blog perempuan|blog kuliner|blog review|blog fashion|blogger bandung|blogger indonesia

14 Jul 2016

Tiga Tipe Manusia dalam Mengelola THR

Tantangan One Day One Posting hari kedua bagiku memang cukup berat karena temanya tentang THR.  Kenapa berat? Karena sudah lebih dari empat belas tahun tidak pernah mendapatkan THR.  Mau sok bijak ngasih tips juga kurang paham sih kondisinya.  

Pernah dengar kalau orang itu dibagi menjadi tiga golongan saat mengelola THR.  Tapi lupa lagi istilahnya.  Ketiga tipe itu adalah :
  • Orang yang menghabiskan THR untuk kebutuhan konsumtif
  • Orang yang menggunakan THR untuk konsumtif dan sebagian ditabung dan berbagi
  • Orang yang menggunakan THR untuk konsumtif, ditabung/berbagi dan untuk berinvestasi
Tentu saja diantara ketiga golongan itu yang terbaik adalah tipe yang ketiga.  Tapi saya tidak bisa menyalahkan tipe pertama dan kedua juga.  Semuanya dikembalikan pada kondisi keuangan masing-masing keluarga.  Soalnya pernah merasakan juga sih waktu kecil dulu, beli baju bisanya pas lebaran saja.  Otomatis THR ortu pastinya lebih banyak ke konsumtif, bahkan mungkin bisa habis untuk konsumtif dan membayar hutang saja.

Mungkin bisa dibilang memaksakan diri ya lebaran harus beli baju baru, tapi kalau kondisinya memang seperti saya kecil dulu, hanya mampu beli baju setahun sekali saat mendapat THR? Tentu saja kita tidak bisa menyalahkan.  Orang tua mana tega melihat anaknya memakai baju yang sudah kusam di hari raya karena hanya mampu membeli pakaian setahun sekali. 

Sudah banyak mungkin tips-tips memanfaatkan THR seperti bayar dulu segala kewajiban, sisihkan untuk berbagi, menabung dan sebagainya.  Intinya sih bijak-bijak lah dalam menggunakannya.  Tetapi pengelolaan THR sebenarnya tergantung pengelolaan keuangan kita sehari-hari juga.  Kalau sehari-harinya kita menerapkan Pay Yourself First ini artinya setiap bulan kita mampu menyisihkan uang untuk menabung, berapa pun pendapatannya.  Maka ketika mendapatkan THR tentu saja kita bisa leluasa mengelolanya dengan baik.


Saya sudah belasan tahun tidak pernah mendapatkan THR (Jadi pengen merasakan juga sensasi mendapat THR hehe...) dan sudah menjadi rahasia umum saat lebaran bagi para pengusaha kecil dan menengah adalah saat paceklik.  Teman saya malah sempat beberapa kali menjual mobil saat lebaran tiba untuk membayar THR pegawai, meskipun usai lebaran terbeli lagi sih hehe...  Tapi ini menandakan bahwa saat lebaran memang banyak para wirausaha yang keteteran.

Pengelolaan keuangan yang baik untuk para wirausahawan sih ya tiap bulan pendapatan harus disisihkan untuk persiapan THR bagi para karyawannya. Itu teorinya dalam prakteknya kadang kalang kabut juga untuk kebutuhan mendadak lainnya.

Pengalaman pribadi pernah berada dalam masa sulit, jadi begitu memahami mengapa ada orang yang bisa menghabiskan THR nya dalam sekejap.  THR menjadi sesuatu yang sangat diharapkan dan dijadikan tumpuan harapan untuk memenuhi kebutuhan hidupnya, karena untuk kebutuhan sehari-hari kebutuhannya lebih besar daripada pendapatannya.


Lain lagi kalau kondisi berlebih dan leluasa mengelolanya, kita bisa menjadi tipe orang yang ketiga yang bisa memanfaatkan THR bahkan sampai bisa untuk berinvestasi, paling tidak ya tipe kedua yaitu sampai bisa ditabung dan berbagi saja.


Jadi ya begitulah, semua dikembalikan pada kondisi masing-masing keuangan keluarga saja.  Pengelolaan yang ideal hanya bisa diterapkan untuk mereka yang sudah memiliki kecukupan rezeki tiap bulannya dalam artian tiap bulan sudah bisa surplus.  Karena bagi mereka yang masih minus THR akan habis untuk kebutuhan hidupnya.

4 komentar :

  1. Wah, saya jadi tahu mbak kalau pengusaha sampai segitunya demi THR pegawai. Tapi insyaAllah berkah ya mbak karena nanti akan diganti sama Yang Maha Kaya...

    www.talkativetya.com

    BalasHapus
  2. Bagi anak yang menerima thr sebaiknya diajarkan sejak dini untuk berhemat, menggunakan uang dengan bijak dan investasi. Kalo sudah terbiasa, Insya Allah kalo sudah gede jadi orang yang berkah.
    salam

    BalasHapus
  3. Aku termasuk yg gak pernah bagi2 angpau thr

    BalasHapus
  4. hihihi, masa kecilnya persis kaya pengalaman saya. Dimana Bapak baru bisa dapat uang lebih meski tidak banyak untuk membeli baju baru. Tapi baju yang dibeli bukan baju baru untuk ke mesjid, tapi seragam baru :D

    BalasHapus

Terima kasih telah mampir dan silakan tinggalkan jejak ^_^