blog perempuan|blog kuliner|blog review|blog fashion|blogger bandung|blogger indonesia

18 Jun 2012

Menggali Potensi

Bismillah,

Setiap anak dilahirkan dengan keunikan masing-masing. Tidak semua anak memiliki potensi menjadi seperti Einstein tetapi ia bisa menjadi seperti Donald Trump yang jago berbisnis, Mozart yang cerdas dalam bermusik, atau Lim Swie King misalnya yang jago bulutangkis (cerdas kinestetis). Jadi tidak usah berkecil hati saat melihat anak kita ada yang tidak cerdas secara akademis.

Berkaca pada diri, saya tak ingin anak-anakku mengalami apa yang saya alami. Bayangkan saja, baru setelah menikah selama lebih dari empat belas tahun dan memiliki anak lima, saya baru menyadari bahwa passion saya adalah menulis. Selama ini saya tidak memiliki hobi yang bisa bertahan lama. Pernah seorang dosen yang bertanya tentang hobi, terus terang saya bingung sekali saat itu. Mau bilang hobi membaca, saya memang senang membaca tetapi tidak sampai kutu buku.

Sebetulnya bila saya kenang tanda-tanda senang menulis sudah terlihat dari semenjak SMP. Saya pernah menulis sebuah cerpen, saya berikan kepada seorang sepupu  yang ditanggapi hanya dengan senyuman atau kata-kata apa yang saya lupa. Yang jelas saat itu responnya membuat saya tak berminat untuk menulis kembali. Waktu duduk di SMA saya senang menulis diary, dan saat duduk di tingkat pertama, pernah sekali di mata kuliah bahasa Indonesia tugas menulis dan saya mendapat nilai sembilan. Senang menulis surat yang panjang-panjang juga itu sebuah tanda sebenarnya. Masih ingat dulu sering mengirimi surat bernada nasihat kepada kakak-kakak angkatan aktivis masjid. Terutama kakak-kakak yang ikhwan.... Heuheu.......

Kalau saja saat saya pertama kali menulis mendapat respon yang tepat akan lain ceritanya. Mungkin sejak SMP saya sudah mulai sering berlatih menulis. Dan sekarang sudah jago menulis karena sering berlatih. Tidak akan seperti saat ini, masih tertatih belajar menulis dan baru bercita-cita menjadi penulis pada usia menginjak empat puluh tahun... haha tragisnya diriku.

Penemuan passionnya diriku juga tidak secara sengaja. Tahun 2007 my hubby berlangganan internet unlimitted, merasa sayang mengeluarkan uang 275 ribu rupiah sebulan (saat itu masih mahal ya..., saat ini di provider yang sama langganan internet saya 'hanya 137 500' saja). Sementara koneksinya portable tak bisa dibawa kemana-mana dan suami sering dinas luar akhirnya internet kugunakan untuk berblog ria.

Saya mulai menulis hal-hal keseharian.... enjoy sekali saat itu. Tapi masih belum menyadari bahwa itu hobi saya. Baru bulan Mei tahun 2011 kemarin saya menyadari menulis sebagai hobby dan mulai berlatih serius. Atas ajakan shohibku yang baik hati dan tidak sombong, Asri Andarini, saya bergabung di grup Ibu-Ibu Doyan Nulis di fesbuk. Asri lah yang suka memuji tulisanku. Benar-benar sebuah penyemangat....!! Atas dorongannya juga maka Alhamdulillah saya mulai memiliki  tulisan yang dibukukan walau masih berupa antalogi.  

Berkaca dari sejarah hidupku (ceilah... sejarah hidup...!!! heuheu...) saya menyadari pentingnya sebuah respon positif. Manusia ternyata memiliki naluri ingin dihargai dan membutuhkan sebuah pengakuan untuk bisa berkembang. Memberikan penghargaan kepada orang lain tidaklah mahal bahkan gratis,  berikanlah itu. Siapa tahu penghargaan yang kita berikan akan memberikan makna yang dalam untuk orang yang kita puji.

Tidak bermaksud menyesali apa yang telah terjadi, tetapi saya menjadikan ini sebagai sebuah pengalaman yang sangat bermakna dalam mendidik anak-anakku.  Menggali potensi anak-anak sejak dini dengan memberikan respon yang tepat ketika mereka melakukan sesuatu. Siapa tahu itu passion mereka, dan saya akan beruntung bisa menggalinya sejak dini. Semoga saja 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Terima kasih telah mampir dan silakan tinggalkan jejak ^_^