blog perempuan|blog kuliner|blog review|blog fashion|blogger bandung|blogger indonesia

18 Jun 2012

Redenominasi Bukan Senering

Bismillah,

Hari ini saya pergi ke bank BJB Syariah, karena urusannya agak lama, sambil menunggu iseng saya membuka-buka sebuah majalah Karsa yang tergeletak begitu saja di kursi sampingku.  Nomornya saya lupa yang jelas terbit belasan februari 2012, masih baru belum terlalu basi. 

Maghfira asyik kesana kemari, namun masih disekitarku. Saya pun tenang membaca. Sedang asyik membaca tiba-tiba mata saya tertuju pada sebuah judul artikel REDENOMINASI SIAPA TAKUT? Penulisnya Fitria (panjangnya lupa!) Kulihat di sebelah atas artikel terpangpang foto seorang perempuan cantik berkerudung dengan model trendi.

Masih segar dalam ingatan saya tentang sebuah isyu  yang mengguncang di sekitar bulan Agustusan tahun 2010, tentang rencana pemerintah untuk melakukan redenominasi. Namun setelah sekian lama isyu itu pun tak terdengar lagi, saya tidak begitu mengetahui sejauh mana penjelasan mengenai masalah ini mengingat saya tidak terlalu tertarik mengetahui lebih lanjut.

Namun saya masih ingat karena isyu ini, saya pernah bercerita banyak tentang pentingnya menyimpan uang kita dalam bentuk LM pada adik perempuanku. Waktu itu adik bungsuku menyimpan uangnya dalam bentuk tabungan dan deposito. Menerima penjelasanku, semenjak itu saya jadi sering belanja LM titipannya di sebuah bank langgananku. Namun dasar adikku tukang gaul dan jago bisnis, dia sekarang malah jadi tukang jual beli emas. 

Adikku punya kenalan pemilik toko emas. Di kenalannya itu margin harga LM hanya berbeda tipis dengan harga di PT Antam. Akhirnya beli LM pun beralih ke adik dan saya mulai ikut-ikutan  bisnis ini juga. Kalau di bank bedanya cukup jauh dengan di Antam, sekitar sepuluh ribuan per gramnya tapi ini tergantung beratnya juga. Sementara kalau  ke PT Antam kan harus antri dan ribet, karena tidak ada di Bandung juga karena pembeliannya dibatasi.

Kembali lagi ke masalah Redenominasi, ternyata redenominasi bukan hal yang perlu ditakutkan. Mungkin karena masyarakat kita punya sejarah yang tidak enak tentang pengguntingan nilai mata uang di masa silam, akhirnya masyarakat awam yang kurang memahami hal ini bereaksi cukup 'ramai'. Bahkan mungkin yang memiliki banyak asset dalam bentuk uang alias tabungan dan di deposito di Bank menjadi cukup panik.

Trauma masa lalu masih dimiliki masyarakat kita, terutama generasi tahun lima puluhan sampai tujuh puluhan. Seperti yang pernah diceritakan ibuku tentang ini. Pemerintah kita pernah menggunting nilai mata uang kita samapai tiga kali. Yaitu tahun 1950, PM Syafrudin waktu itu melakukan pemotongan nilai mata uang sebesar 50%. Misalnya, nilai uang Rp 500 menjadi Rp 250, otomatis hal itu sangat merugikan masyarakat karena nilai uangnya menurun setengahnya. Dalam sejarah kita mengenal ini dengan istilah "Gunting Syafrudin". Pengguntingan ini dilakukan karena kita mengalami hyperinflasi, yaitu inflasi yang sangat tinggi.

Selanjutnya tahun 1959, Pemerintah Indonesia melakukan pengguntingan yang kedua sebesar 90%. Nilai uang Rp 1000 menjadi Rp 100. Otomatis dollar pun terapresiasi dari Rp 11,4 menjadi Rp 45. Guncanglah masyarakat Indonesia....katanya sih... .. (ya iyalah saya kan tidak mengalaminya langsung ....)

Pengguntingan yang ketiga dilakukan tahun 1965. Rp 1000 menjadi Rp 1. Uang yang semula cukup untuk membeli 100 kg beras menjadi hanya cukup untuk membeli 1kg beras saja.... ck...ck..ck tak terbayangkan luar biasa menyedihkan, mudah-mudahan kita tidak mengalami lagi masa-masa seperti itu.

Ternyata ketiga pengguntingan yang dilakukan pemerintah itu bukan Redenominasi namanya, tetapi SENERING. Sementara yang akan dilakukan pemerintah kita adalah Redenominasi. Jauh berbeda. Kalau Redenominasi hanya membuang tiga angka 0 dibelakang rupiah kita. Misalnya Rp 1.000 menjadi Rp 1, tanpa mengurangi nilai uang kita terhadap barang. Justru redenominasi lebih menyederhanakan pencatatan keuangan kita.

Rencana pemerintah melakukan redenominasi ini akhir tahun 2018. Dengan rincian sosialisi sebagai berikut (katanya):

2011 - 2013    Masa transisi (menggunakan 2 nilai mata uang)
2016 - 2018    Masa peralihan  
2019                Mulai menggunakan nilai mata uang yang baru dengan menghapus kata 
                         'Baru' di mata uang kita.

Pada masa transisi pemerintah menggunakan 2 mata uang. Misalnya Rp 20 boleh juga menggunakan uang Rp 20.000 yang lama. Demikian juga dengan harga-harga dipasaran. Akan menggunakan dua harga. Misalnya susu Rp 20.000 ditulis juga susu Rp 20.

Begitulah kira-kira, jadi Redenominasi ternyata bukan sebuah momok yang menakutkan.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Terima kasih telah mampir dan silakan tinggalkan jejak ^_^