blog perempuan|blog kuliner|blog review|blog fashion|blogger bandung|blogger indonesia

20 Mar 2022

Saya dan Inner Child

Inner Child

Saya dan Inner Child  Untuk memutus mata rantai sebuah sikap atau bahkan karakter dampak dari sebuah pengasuhan yang diperlukan tidak hanya pemahaman tentang agama yang juga sekaligus memahami tentang makna kehidupan.  Tapi juga  memahami ilmu parenting dan yang terpenting juga membasuh dan membayar utang luka pengasuhan.

Kesimpulan itu yang akhirnya saya dapat dari hasil sebuah pembicaraan di sebuah grup.  Adalah Komunitas ISB yang menginisiasi tema inner child ini.  Melalui sebuah ruang zoom Teh Diah Mahmudah dan Dandi Birdy mengupas tentang tema ini. 

Pasangan psikolog yang membuka jasa training Anger Management yaitu Dandiah Human Resource Center  dan Dandiah Care Center yang memberikan jasa konsultasi dalam hal pernikahan, parenting. serta jasa psikolog untuk trauma healing ini telah membuka mata batin saya bahwa ada inner child tersembunyi dalam diri. 

Buku-buku pasangan psikolog ini tentang parenting sudah banyak, salah satunya saya juga pernah menulis review buku Trilogi Positive Parenting di sini.

Apa  Itu Inner Child ?

Mungkin ada sebagian dari teman-teman yang tidak mengenal apa itu inner child? Inner Child adalah bagian dari diri seseorang yang berperan dalam membentuk karakter seseorang.  Seiring bertambah usianya seharusnya bukan hanya fisik yang bertumbuh tapi mental juga. 

Tapi karena ada sesuatu di masa kecilnya ada bagian dari dirinya yang tidak tumbuh dan tetap menjadi anak-anak.  Bagian inilah yang disebut dengan inner child. Bagaimana kisahku tentang proses kesadaran terhadap adanya inner child itu muncul....? Yuks simak kisahku ini semoga ada manfaatnya untuk yang membutuhkannya.

Saya merasa beruntung dididik dengan dasar agama yang cukup bagus terutama oleh ayah saya, alhamdulillah.   Saat saya telah memahami makna hidup di dunia yang sementara dan tugas manusia di muka bumi ini saya merasa menjadi pribadi yang 'baik-baik saja'.

Saya tidak memiliki dendam pada siapa pun karena dengan pemahaman yang saya miliki saya berusaha untuk memiliki 'jiwa yang bersih'.  Pendeknya dengan sikap penerimaan, pemakluman, pemaafan dan kemudian berusaha menghadirkan rasa syukur terhadap yang Allah SWT saya merasa hidup saya bahagia.

Saya meyakini dengan semakin dekat kita kepada Allah SWT maka akan semakin bahagia hidup kita karena kita memiliki sandaran hidup yang Maha Kuat.  Semua yang terjadi pada diri kita adalah yang terbaik yang Allah berikan untuk kita. 

Sebuah peristiwa terjadi, dan itu membuka mata batin saya bahwa ada sesuatu hal yang mengganjal dalam kehidupan saya yang berdampak atas sikap saya selama ini.  Tentang mengapa saya menjadi pribadi yang agak 'kaku' ...lambat laun pun terjawab.

Terungkapnya Sebuah Inner Child

Kisah  berawal dari sakitnya ibu saya, sebagai seorang anak yang ingin berbakti tentu saya berusaha merawatnya.  Sebulan lebih saya menemani ibu, tinggal di rumah masa kecil dan hanya beberapa kali pulang ke rumah tempat suami dan anak-anak berkumpul.  Alhamdulillah suami mengizinkan dan anak-anak pun men-support.

Singkat cerita alhamdulillah ibu sembuh, namun sayang akibat demam yang dideritanya, memorinya sedikit terganggu.  Di usia 77 tahun ibu saya yang awet muda karena rajin merawat dirinya berubah lupa untuk merawat dirinya, bahkan terkadang untuk mandi sekalipun.

Padahal dulu ritual tidur ibuku luar biasa mulai dari membersihkan wajah, gosok gigi, pakai skincare, minum berbagai herbal selalu dilakukan.  Tidak heran kalau ibuku yang cantik itu terlihat jauh lebih muda dari usianya. Kini akibat lupa untuk merawat diri, dalam waktu singkat ibuku berubah, kerutan dan flek hitam di wajah semakin terlihat nyata dan ibu tampak seperti usia sebenarnya.

Bukan fokus ke situ sih masalahnya, jadi untuk terapi memori dan membahagiakannya kami tiga kakak beradik sepakat untuk sering meneloponnya. Di sini awal mula terungkap kisah masa lalu yang berdampak pada sikap saya saat ini.

Alih-alih menelepon ibu, saya malah jadi ragu "Apakah ibu membutuhkan dan merindukan saya?", Saya jadi segan sering menelepon ibu takut mengganggu.  Saya sudah bilang ke adik yang menemani ibu, bahwa saya akan sering datang tapi bisa meneleponnya tiap hari.  

Akhirnya malah ibuku yang tiap hari meneleponku dan menanyakan kapan akan datang. Begitulah beliau sudah lupa hari, meski berapa sering anak-anaknya datang, beliau akan lupa bahwa anaknya baru saja datang menjenguknya.  Keinginanya kami anak-anaknya selalu bersamanya.

Saat di sebuah grup mengangkat tema tentang inner child jadi terbukalah semua memori itu. Saya jadi sadar, bahwa meski pemahaman tentang kehidupan, kedekatan kita kepada yang Maha Kuasa bisa membuat seseorang menjadi bahagia, menerima dan memaafkan tetapi tidak dengan sikap atau karakter yang terbentuk dari pengasuhan masa lalu.  Saya dan ibu seperti ada sebuah batas untuk bisa lebih dekat.  

Saya jadi teringat bahwa sampai seusia ini, kata-kata sayang belum pernah keluar dari mulut ibu saya sekali pun.  Peluk dan cium tidak pernah ibu lakukan. Mungkin saat kecil iya, dan itu saya tidak ingat lagi.  Dan inilah yang membuat saya kaku dan enggan mengungkapkan perasaan cinta dan sayang secara verbal.

Saat saya mempelajari agama lebih banyak lagi dan memutuskan berhijab saat  duduk di kelas dua SMA saya mulai paham tentang pentingnya menghormati orang tua.  Mulailah ritual sun tangan kepada orang tua saya lakukan dan diikuti adik-adik saya.  Dan saya selalu teringat dengan kebaikan seorang ibu dan memaklumi serta memaafkan semua kekurangannya....



Kini setelah memahami tentang inner child, saya mulai menyadari  bahwa tidak memeluk anak, tidak mengungkapkan kasih sayang secara verbal itu adalah sebuah inner child yang harus diobati.  Karena ini membentuk saya menjadi pribadi yang sulit mengungkapkan kasih sayang secara verbal.

Terbukti pula bahwa meski saya tahu betapa besar kasih sayang seorang ibu karena saya juga seorang ibu dari lima anak-anak, sampai setua ini saya sempat meragukan  apakah ibu membutuhkan atau merindukan saya. Astagfirullah......

Beruntung saya memiliki suami yang hangat, hingga sikap saya terhadap anak-anak tidak sekaku perlakuan ibu.    Dulu saya sempat terheran-heran dengan sikap suami yang sering mengungkapkan rasa sayang dan cintanya secara verbal.  Dan terhadap suami saya tidak bisa melakukan itu... .huhu..kecuali kalau suami meminta saya mengungkapkannya.

Alhamdulillah ternyata tanpa saya sadari itu adalah proses melatih diri mengungkapkan perasaan sayang secara verbal.  Lambat laun akhirnya saya belajar banyak dari kehangatan suami, tapi lambat laun suami pun terbiasa dengan sifat 'cuek' saya ini.... hahaha....

Alhamdulillah meski seperti masih ada batas dengan ibu tapi inner child yang saya alami tidak saya tularkan dengan sikap saya terhadap anak-anak, terutama yang ada di rumah.  Sehabis sholat saat anak-anak mencium tanganku, kemudian saya cium balik tangan mereka lalu saya peluk erat.  

Hubungan saya dengan anak cukup dekat, kini sehabis sholat kadang mereka memeluk uminya sambil bercanda pura-pura rebutan uminya.  "Ini umi aku.." yang ditimpali anak lainnya "Bukaaan... ini umi aku...."  Dalam keseharian pun saya sering memeluk mereka....Alhamdulillah....

Saya bercerita tentang ini bukan ingin menjelekkan orang tua sama sekali tidak,  saya bersyukur sekali memiliki ibu seperti beliau.  Saya banyak belajar dari sisi baik beliau yang memang berlimpah kebaikan. 

Berjuang bekerja keras demi pendidikan dan masa depan anak-anaknya itu adalah salah satunya.  Saya pun sampai tidak sadar memiliki inner child dan merasa baik-baik saja karena kebaikan lain dari beliau yang berlimpah menutupi kekurangannya.  

Inner child yang saya miliki 'hanya' berdampak seperti ada pembatas antara saya dan ibu saja, hanya itu. Itu pun setelah beliau sakit dan harus mendapatkan perhatian lebih.  Sebelumnya saya merasa baik-baik saja, menghormati dan menyayangi beliau, tidak ada dendam, dan tidak ada kekecewaan.

Ibuku adalah malaikat tak bersayap, yang memiliki kekuatan dahsyat yaitu power of love meski tak mampu beliau ucapkan. Seorang ibu yang memiliki kekuatan hati yang menjadi sosok Tender Love dan Ocean of Forgiveness Sacrifice yang berperan penting dan banyak hal dalam keluarganya termasuk tentu saja diri ini..

Menulis ini saya hanya ingin mengatakan bahwa betul memang saat konsep pemahaman beragama sudah berada dalam tataran aplikatif serta pemahaman akan tujuan penciptaan manusia bisa mengobati sebuah luka masa lalu.  Saat lahir kesadaran, pemaafan dan pemakluman maka inner child itu seperti tersembuhkan dengan sendirinya tanpa menyadari bahw kita memiliki inner child .  

Tapi tidak dengan karakter dampak dari inner child itu sendiri.. untuk mengubahnya perlu menemukan inner child yang mungkin tersembunyi dalam diri kita.  Perlu menemukan luka itu, dan penyembuhnya.  Kalau dalam kehidupan saya yang menyelamatkan memutuskan mata rantai sikap kaku terhadap anak-anak itu adalah kehadiran pasangan yang menjadi contoh kehangatan.  

Semoga tulisan Cerita Ida kali ini yang berjudul Saya dan Inner Child ini bermanfaat untuk saya pribadi dan teman-teman yang membacanya....


Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Terima kasih telah mampir dan silakan tinggalkan jejak ^_^