blog perempuan|blog kuliner|blog review|blog fashion|blogger bandung|blogger indonesia

18 Jun 2012

Meraih Mimpi Merajut Asa

Menjadi seorang pengusaha sukses yang memiliki banyak karyawan adalah impian besar saya saat ini. Saya sangat berharap impian saya ini dapat terwujud, Saya bercita-cita dapat membuka lapangan kerja sebanyak mungkin bagi mereka yang membutuhkan. Inilah salah satu impian saya yang menjadi rencana masa depan saya dan keluarga. 

Sekarang saya sedang merintis sebuah usaha, masih kecil memang, sebuah usaha yang bergerak di bidang jasa. Usaha layanan cuci kiloan menjadi pilihanku, mengingat tempat tinggalku dekat dengan beberapa perguruan tinggi. Ada banyak mahasiswa yang kost di sekitar tempat tinggalku. 

Sebuah usaha yang masih jauh dari impian besar saya. Tapi bukankah sebelum menjadi sesuatu yang besar berawal dari sesuatu yang kecil? Sebelum menapaki anak tangga yang tertinggi anak tangga pertama dulu yang harus kita pijak. Meskipun usia saya sudah tidak muda lagi, tidak ada kata terlambat untuk sebuah impian yang indah. Bukankah begitu?

Menjalani sebuah usaha yang masih merangkak tertatih-tatih, juga memiliki anak-anak yang masih kecil tentu membuat saya sedikit repot beraktivitas terutama saat harus membayar tagihan dari para penyuplai barang baik itu parfum, detergen, faktur dan yang lainnya. Untung saja solusi perbankan segera aku dapatkan. Ya, dengan membuka rekening BCA, saya mendapatkan banyakkemudahan transaksi. Dengan berbagai produk perbankan BCA yang ada, memberi solusi praktis yang sangat saya butuhkan.

Awalnya saya memilih produk perbankan dari BCA karena permintaan dari sebuah penerbit buku. Kebetulan anak saya ada yang sudah menerbitkan buku. Untuk memudahkan transfer royalti yang diberikan tiap tiga bulan sekali, mereka meminta saya untuk membuka rekening di BCA. Ternyata memang benar, transaksi menjadi sangat lancar, saya jadi paham mengapa penerbit yang sudah sangat besar itu menyarankan menggunakan BCA. Banyak kelebihan yang diberikan BCA. Saya juga jadi mengerti mengapa BCA begitu melekat di hati masyarakat Indonesia, antrian yang memanjang di setiap cabang BCA berada membuktikannya. Tapi untungnya BCA menyiasati ini dengan menyediakan banyak teller yang cekatan di setiap cabangnya. Layanan perbankan seperti debit BCA, ATM dan e-banking juga sangat memudahkan pelanggan dalam melaksanakan transaksinya. Selain itu saya semakin dimanjakan dengan adanya website BCA yaitu di www.bca.co.id/ yang  memberikan berbagai informasi tentang berbagai produk perbankan dan layanan perbankan yang BCA berikan.

Saya yakin melalui bank yang sudah teruji, akan turut  mendukung impian saya terwujud. Alangkah bahagianya bila impian saya menjadi kenyataan. Selain saya akan memiliki kebebasan finansial, saya pun bisa membantu sesama dengan membuka lapangan kerja yang banyak tentunya. 

Saat ini saya sedang menata impian saya, mulai dari anak tangga pertama tentunya. Saya yakin dan bertekad masa depan usaha saya akan semakin baik dan akan jauh lebih baik. Learning by doing itu kata orang, kerja keras, kerja cerdas sedang saya upayakan. Saya sedang membuat sistem yang baik hingga saya bisa membuka banyak cabang tanpa saya merasa terepotkan, atau mungkin sebuah usaha waralaba kalau bisa. Untuk semakin membesarkan usaha, saya pun sedang memikirkan sebuah usaha di sektor yang lain, tetapi masih mendukung usaha yang lama. 

Akan ada banyak impian lain ikut teraih ketika saya berhasil mewujudkan impian besar saya ini, itu sangat memotivasi saya. Walau terkadang ada tanya di hati "Mampukah saya?" tapi pertanyaan itu saya buang jauh-jauh. Saya tanamkan dalam hati bahwa "Saya bisa dan insya Allah pasti bisa!".  Itu menjadi sebuah afirmasi positif yang akan mengiringi di setiap langkah kehidupan yang saya jalani.

Menjadi Lebih Pintar dengan Ponsel Pintar

Sebagai seorang ibu rumah tangga, awalnya saya merasa stagnan, merasa tidak bisa berkembang seperti ibu-ibu lain yang berkarir di luar rumah. Saya berfikir berkarir di luar rumah kita, memungkinkan untuk  banyak melihat warna-warni kehidupan, wawasan yang selalu terus bertambah dan pergaulan yang luas. Sementara menjadi ibu rumah tangga tak bisa dipungkiri terkadang membuat kita terkungkung dan merasa jalan di tempat.

Tapi itu perasaan saya dulu, sekarang saya tidak memiliki perasaan itu lagi. Saya malah bersyukur telah memilih pekerjaan ini, dan meninggalkan karir saya yang menyenangkan. Dengan menjadi ibu rumah tangga saya bisa fokus memantau perkembangan anak-anak. Melihat proses tumbuh kembang mereka dari hari ke hari, menjaga amanah yang telah Allah SWT berikan dengan usaha yang semaksimal mungkin yang saya mampu.

Semua perubahan berawal dari ide suami untuk memasang akses internet unlimited di rumah. Awalnya saya kurang setuju karena saat itu tarif internet masih cukup mahal. Namun saya mengalah dan menyetujui usulan suami tersebut.  Setelah mulai berinteraksi dengan internet, ternyata saya merasa jendela dunia menjadi terbuka lebar. Saya seperti merasa dalam film Si Iteung Saba Kota, saya pun  terpesona dengan gemerlapnya dan luasnya dunia maya. Ada banyak hal yang bisa saya akses tanpa harus meninggalkan kewajiban saya sebagai istri dan seorang ibu. Walau hampir setiap hari di rumah, saya merasa selalu ter update, berselancar kesana-kemari di dunia maya yang luas tanpa batas. Bisa belajar apa saja yang saya inginkan, bisa berkenalan dan bersahabat dengan teman-teman di belahan dunia mana pun, bisa berinteraksi dan bercanda dengan teman-teman yang sudah bertahun-tahun tidak berjumpa.

Saya berterima kasih sekali kepada penemu internet,  berinteraksi dengan internet membuat hidup saya terasa semakin lebih berwarna. Hari-hari pun selalu diisi dengan banyak memperluas wawasan,  apa pun menjadi mudah, mencari resep-resep masakan, mencari artikel kesehatan, parenting, keuangan, manajemen, agama, pengembangan diri dan ilmu lainnya. Semuanya dengan mudah saya dapatkan tanpa harus bersusah-susah ke luar rumah. Selain itu saya pun bisa bergabung bersama komunitas yang mempunyai pemikiran dan hobi yang sama, misalnya saja komunitas ibu-ibu yang senang menulis, komunitas ibu yang senang berbisnis atau komunitas ibu-ibu yang sangat konsen pada tumbuh kembang dan pendidikan anak-anaknya.

Sayangnya sekarang saya tidak lagi bisa sebebas dulu berinteraksi dengan internet, anak-anak sudah mulai beranjak besar, banyak pelajaran sekolah yang harus diakses melalui internet. Selain itu anak-anak pun  ada yang sudah mulai kenal dengan jejaring sosial, belum lagi suami yang mulai belajar bisnis online. Waktu saya menjadi lebih terbatas untuk mengakses internet, karena jaringan internet yang hanya satu ini menjadi rebutan semua penghuni rumah kami yang ramai.

Sekarang keliatannya saya membutuhkan akses internet melalui sesuatu yang lebih simpel dan pribadi yaitu ponsel. Dari teman-teman saya mengetahui ada sebuah ponsel manis nan pintar. Semua aktivitas berinternet ria pun dapat terpuaskan melalui ponsel ini.. Ya ponsel Nokia Asha 202 adalah ponsel yang disarankan oleh teman-temanku. Selain fiturnya yang lengkap, tampilannya pun terlihat cantik dan cocok sekali untuk perempuan. Saya pun tahu dengan pasti kalau ponsel Nokia itu ponsel yang handal, ponsel yang sudah teruji daya tahannya, suamiku termasuk pemakai setia Nokia. 

Dengan Hebat Keluarga GRATIS selama 30 hari dengan melakukan Reload Rp 10.000. Paket Hebat Keluarga memberikan benefit nelpon sepuasnya ke 4 nomor Indosat lainnya selama jam 00.00–17.00. Selain itu juga akan mendapatkan tambahan masa aktif kartu setiap registrasi layanan. Paket yang dahsyat, sangat hemat dan cocok digunakan sebagai salah satu alat komunikasi dalam keluarga besar kita.

Masih menurut teman-temanku, dengan paket ini kita pun akan mendapatkan info yang berkaitan dengan wanita secara gratis melalui sms selama 12 bulan. Kita akan mendapat informasi menarik seputar pengembangan pribadi, kesehatan, anak, keluarga, hingga pengelolaan keuangan. Sebuah fasilitas yang akan terus menambah kepandaian kita, para perempuan Indonesia. 

O iya, ada yang terlupakan tentang ponsel Nokia Asha 202, ponsel ini  bisa digunakan untuk dua sim card yang berbeda karena ponsel ini merupakan ponsel dual on GSM. Cocok sekali untukku, satu untuk keperluan pribadi, satu untuk urusan bisnisku, tak perlu lagi membawa dua ponsel sekaligus atau mengganti-ganti sim card. Memasang sim cardnya juga gampang dan unik, dipasang dari samping. Selain itu ponsel ini asyik bangetkarena bisa di gunakan dengan touch maupun type. Ada lagi fasilitas lain yang sangat kusuka. Apa itu?  Tentu saja fasilitas radionya. Banyak sekali acara menarik dan sangat bermanfaat serta berita-berita terkini dari radio yang sering kudapatkan. Dengan memiliki ponsel dengan fasilitas radio, akan lebih mudah bagiku mengakses acara-acara menarik dan bermanfaat kemana pun saya melangkah. Duh..duh... membicarakan Nokia Asha 202 makin membuat diriku tak bisa tidur memimpikan ponsel ini.. hihi...Ayo, Nokia Asha 202 datanglah padaku..!.

Tulisan ini diikutsertakan dalam Kontes “Ponsel Pintar untuk Perempuan Indonesia” yang diselenggarakan oleh EmakBlogger

Mencari Kunci Nenek yang Hilang

Bismillah,

Hari beranjak siang, matahari sudah mulai tinggi.  Tiba di Bank Syariah Mandiri jam telah menunjukkan pukul 10.30 WIB.  Hari ini aku memang datang terlambat, mempersiapkan banyak hal akhirnya tak bisa pergi agak pagi.  Begitu kubuka pintu, eh bukan aku yang buka ding, dua orang satpam yang full senyum membukakan pintu sambil menyapa dengan ucapan salam, terlihat ruangan penuh dengan orang-orang yang sedang menanti.  Alamat lama menunggu pikirku. Benar saja, aku kebagian nomor 75 sementara antrian baru sampai  nomor 50 an. Beruntungnya Dede Maghfi engga jadi ikut, kalau ikut tentulah akan rewel, terlalu lama menanti.

Biasanya orang akan bête dengan antrian yang demikian panjang, aku tidak, malah sedikit senang. Apa pasal?  Saat-saat seperti ini selalu aku nikmati dengan membaca majalah-majalah ekonomi yang cukup menarik minatku. Me Time !! heuheu.  Setelah mempersiapkan segala sesuatu, mengecek slip setoran dan menghitung uang, aku bermaksud mengambil majalah.  Niatku tertunda karena setelah itu aku asyik berbincang dengan beberapa kenalan yang kutemui.
Setelah teman-temanku berlalu, seorang ibu disampingku mengajak berbincang juga.  Nomor antriannya masih panjang selisih tiga nomor denganku.  Akhirnya aku mohon izin kepadanya untuk mengambil majalah di depan.  Sembarang aku ambil sebuah majalah. Apa saja yang penting bisa membaca pikirku. Ternyata yang kuambil Majalah Gatra No 14, terbitan 9-15 Februari 2012, belum terlalu basi.

Setelah beberapa lama membaca ada sebuah artikel menarik perhatianku,  judulnya  “Kunci Nenek Hilang” tulisan Kevin Wu, SE CH,CHt seorang Managing Directior di perusahaan CoreAction Result Consulting ( Wuiiiiiiih daku hapal yaaak… hihi… ) Tulisannya ringan, enak dibaca.  Berkisah tentang seorang nenek yang sedang mencari kunci nya yang hilang pada suatu malam di yang gelap.  Merasa kasihan melihat si nenek kebingungan mencari , beberapa pemuda berinisiatif membantu.  Setelah lama mencari, kunci belum ditemukan juga. Beberapa pemuda mulai putus asa dan berhenti mencari.  Seorang pemuda berinisiatif bertanya pada sang nenek .
 “Memang kunci Nenek hilang dimana?” Tanya si pemuda
“Di ujung gang itu” jawab sang nenek
Semua yang mendengar tentu saja kaget. “Lalu kenapa nenek mencari disini, bukan di sana ?” Pemuda tadi bertanya heran. 
“Karena di sini lebih terang” Jawab si nenek.  Para pemuda itu pun melongo, sampai terbuka mulutnya.
Hahahah…. Lucu !!

Selanjutnya penulis menceritakan pengalamannya yang hampir mirip.  Di keremangan malam ia melihat seorang pedagang sate padang terlihat duduk menanti pembeli.  Di siang hari tempat itu ramai oleh pembeli. Penulis merasa heran kenapa si pedagang memilih berjualan di malam hari yang jarang pembelinya. Bertanyalah dirinya.
“Pak kenapa Bapak berjualan di malam hari, kan sepi. Kalau siang hari disini kan ramai?” Begitu kira-kira pertanyaan si penulis.
“Soalnya , kalau siang hari harus bayar Pak” Jawab si pedagang sate padang.
“Tentu bayarnya mahal ya Pak, sampai Bapak memilih berjualan di malam hari  walaupun sepi? Tanya penulis.
“Tidak Pak, hanya dua ribu rupiah saja”  si pedagang menjawab diiringi senyuman.
Kali ini penulis melongo tapi tanpa membuka mulut seperti para pemuda tadi.

Penulis berkisah bahwa kadang kita mungkin berprilaku seperti si nenek  dan pedagang sate tersebut.  Kita paham bagaimana meraih kesuksesan, namun prilaku kita sehari-hari tidak seperti orang yang ingin sukses. Enggan beranjak di zona nyaman yang sedang kita jalani.  

Seorang pakar manajemen dunia Ram Charan mengatakan bahwa setiap manusia akan mengalami salah satu dari dua penderitaan. Pertama menderita karena harus berdisiplin bekerja keras hari ini.  Kedua menderita karena menyesal di kemudian hari.  Tinggal kita memilih mau ‘penderitaan’ yang mana.

Gubraaaaak !!  Kali ini aku yang ngegubrak. Haha… engga deng. Tapi terasa di tonjok juga. 

Tulisan yang menarik… Semoga menjadi penyemangat diri yang sedang mulai loyo mengejar impian.

gbr diambil dari abah gugel

Kecerdasan Anak

Bismillah,



Kenapa ya banyak orang tua yang menilai kecerdasan itu hanya kecerdasan intelegensi saja? Setiap musim pembagian raport yang ditanyakan selalu tentang peringkat. "Rangking berapa?", "Gimana, raportnya bagus ngga?" Seolah parameter kecerdasan hanya intelegensi semata.

Ketika anak kita mempunyai nilai yang bagus, rangking pertama di kelas, maka sebagai orang tua bangga lah kita. Padahal yang mendapat rangking kan anak kita tapi yang bangga kok kita ya? Hihi.. Lalu ketika anak kita jeblog di bidang akademik, merana lah diri kita. Dunia serasa runtuh. Masa depan anak kita pun terasa begitu suram.

Kenapa begitu? 

Walaupun sebagai orang tua kita memahami bahwa kecerdasan anak beragam. Bukankah sudah banyak yang faham tentang Multiple Intelligence? Banyak yang faham bahwa ada delapan jenis kecerdasan anak yaitu, cerdas bahasa, cerdas logika/matematika, cerdas visual spasial, cerdas musik, cerdas gerak, cerdas alam, cerdas sosial dan cerdas diri. Masing-masing anak mempunyai kesempatan untuk cerdas di berbagai bidang sesuai dengan 'passion'nya.

Kenapa kita bangga ketika anak kita masuk ke sekolah favorit ya? Heuheu... mungkin di alam bawah sadar kita sudah tertanam bahwa yang namanya cerdas itu yang cerdas di bidang akademiknya. Titik. Tanpa koma !
Mungkin paradigma anak yang pintar  itu yang cerdas intelegensinya, sudah terekam begitu kuat di alam bawah sadar kita rupanya.

Siapa yang lebih cerdas Mozart atau Enstein? Siapa yang lebih cerdas Habibie atau Rudi Hartono? Siapa hayoo? Apakah Habibie lebih cerdas dari Rudi Hartono?Batin saya menjawab Habibie lho..! Padahal mereka sama-sama cerdas ya.. Di bidang masing-masing tentunya.

Saya punya pengalaman ekstrim sekali. Sewaktu reunian SD, 3 Desember 2011 kemarin, tampil ke depan seorang teman saya yang dulu di kenal bengal dan bodoh. 2 -3 tahun tidak naik kelas. Siapa sangka sekarang sudah hidup sangat mapan. Nikah muda, punya anak lima orang. Dua orang sudah menjadi dokter, satu orang masih kuliah di Akpol dan dua lagi masih sekolah di  SMA. Kami? Rata-rata paling besar anaknya masih SMP an hihi..... paling banter SMA lah..

Ada contoh yang ektrims lagi, seseorang yang sekarang menjadi orang hebat. Sejak kecil sakit-sakitan. Sering tidak masuk sekolah. Paling bodoh di pelajaran bahasa inggris, satu-satunya anak yang tidak berani tampil di depan kelas. Minder, kuper. Anak orang miskin tinggal di rumah kontrakan.

Sekarang? Bagaimana bahasa Inggrisnya? Siapa sangka ia sempat jadi penerjemah untuk proyek PBB, dosen untuk kelas internasional dan pengarang lagu dengan lirik Bahasa Inggris. Bagaimana dengan sifat tidak PD nya? Siapa sangka sekarang ia menjadi seorang dosen juga seorang pembicara nasional. Pergaulannya? Ratusan ribu teman-temannya tersebar di seluruh Indonesia. Pengaruhnya meningkat berpuluh kali lipat melalui seminar-seminar, buku-buku dan bisnisnya. Keuangannya? Ia pun memiliki beberapa bisnis. Dialah seorang Ippho Santosa!

Jadi sebenarnya kita tak perlu merasa kecil hati ketika anak kita tidak pintar secara akademik. Tak perlu memandang sebelah mata ketika ia rangking di bawah 10 besar. Tidak semua anak berpotensi menjadi seperti Enstein. 

Menjadi tugas kita sebagai orang tua untuk mengembangkan pola unik kecerdasan setiap anak. Tugas berat memang. Tapi itu sudah menjadi kewajiban kita yang mengaku sebagai orang tua.

Kita bisa membantu anak tumbuh lebih cerdas dengan mengeksplorasi anak dengan beragam aktivitas, agar dapat kita temukan bakatnya sejak dini !!

Waah PR besarku niih..! 

Menjadi Pengusaha, Sulitkah?

Bismillah

Untuk menjadi sebuah negara maju, negara kita memerlukan minimal 2%  dari penduduknya menjadi pengusaha. Sebetulnya 2% itu sedikit ya? Tapi bila itu dari seluruh jumlah penduduk Indonesia, jumlah yang cukup banyak pastinya. Dan negara kita baru memiliki sekitar 400 ribu an pengusaha atau setara dengan 0,18 persen saja dari jumlah penduduknya.

Miris ya...?
Lalu apa sih sebenarnya yang menghambat kita untuk menjadi pengusaha? Padahal kita tahu Nabi Muhammad SAW pernah bersabda bahwa sembilan dari sepuluh pintu rezeki adalah dari perdagangan. Lalu kita pun tahu bahwa sembilan dari sepuluh sahabat rasulullah yang dijamin masuk syurga adalah para pengusaha (saudagar).

Berwirausaha sulitkah?

Ada banyak hal yang membuat kita takut melangkah ketika akan memulai suatu usaha. Yang pasti sih takut rugi ya? (Saya banget gitu lho...). Lalu karena takut rugi maka sebelum kita melangkah banyak hal yang kita lakukan. Studi kelayakan, menguasai teknis, mengamati pesaing,mengumpulkan modal, mencari lokasi,mencari karyawan dan lain sebagainya. Lalu ketika hasil survey  tidak prospektif selangkah demi selangkah kita mundur beralih mempertimbangkan bisnis yang lain. Terus kapan mulainya dong?

Waktu kita lulus kuliah dulu terpikir engga sih untuk berbisnis? Kalau saya enggak deh. Yang kepikiran ngelamar kemana nih? Atau dilamar siapa niih hehehe...Kenapa ya? Apakah menjadi seorang pebisnis ini memerlukan bakat turunan?  Mengingat bidang ini di negara kita banyak dikuasai oleh teman kita turunan Cina. Kalo memang bakat, bukankah kata lagu "Nenek moyangku seorang pelaut..." Pelaut ya...! bukan nelayan. Pelaut kan dari lautan menuju lautan, dari samudra menuju samudra. Untuk apa? Ya berdagangkan? Nenek moyang kita pedagang lho! Jadi kita semua punya bakat di bidang itu hihi..  

PR besar bagi negara kita untuk menciptakan para enterpreuneur baru. Dan ini semua bermula dari sistem pendidikan yang harus diubah. Mengapa demikian? 

Pendidikan di negara kita sangat memanjakan otak kiri. Dari pendidikan dasar sampai perguruan tinggi terlebih pasca sarjana, otak kiri lah yang banyak di asah. Sementara otak kanan hanya dilatih ketika pendidikan di usia dini saja, play grup dan taman kanan-kanak. Otak itu seperti pisau semakin di asah semakin tajam, tidak diasah akan tumpul.  Jadi jangan heran kalo negara kita banyak yang jago otak kirinya. Otak kanan golongan minoritas!

Sementara untuk terjun  di dunia bisnis, otak kananlah yang berperan. Kalau otak kiri yang kita gunakan ujung-ujungnya selalu banyak pertimbangan, urut - urut dan terencana. Menjadi pebisniskan harus kreatif, imajinatif, intuitif berani menghadapi perubahan dan resiko. Semua itu otak kanan kitalah yang berperan. Jadi jangan heran kalau di negara kita lebih banyak yang menjadi karyawan daripada menjadi pedagang. Enterpreuneur itu minoritas !!

So.... mulai sekarang saya harus mengasah otak kanan anak-anakku juga dong ...  

PR lageeee.......!!

Eksistensi Diri

Bismillah,

Ini memang lagu lama, tapi curhatan seseorang membuka kembali ingatanku tentang masalah ini. Seseorang telah bercerita tentang permasalahan dirinya dengan -terutama- anaknya. Tentang kebutuhannya untuk bekerja, tentang akibatnya pada kedua anaknya yang masih balita.

Kalau untukku, sangatlah tidak sulit ketika aku harus melepas embel-embel wanita karir yang sedang asyik-asyiknya kujalani. Karena cita-citaku sudah sangat jelas, menjadi ibu rumah tangga!  Sebuah keputusan yang selalu kusyukuri hingga kini.

Lain diriku lain pula sahabat mudaku. Ia masih ingin mengabdikan dirinya untuk sesuatu. Atas nama eksistensi, atas nama ingin membantu keluarga besarnya, jadilah dirinya dihadapkan pada satu dilema. Kerisauannya melihat dua balita lucunya, membuat ia dihadapkan pada dua pilihan yang sama beratnya.

Sahabat mudaku bekerja dari pagi sampai sore. Anak terkecil ia titipkan pada seorang pengasuh, sementara anak yang besar, sudah mulai sekolah pergi bersamanya. Anak yang besar ini lebih dekat pada neneknya. Sementara sang nenek sangat memanjakannya. Ia merasa tidak bisa mendidik anaknya sesuai dengan keinginannya karena pengaruh pendidikan mertuanya kepada anaknya cukup besar.  

Ia memahami waktu yang dimilikinya memang sedikit. Sementara untuk berhenti bekerja, ia melihat semua kakak wanitanya yang semuanya 'hanya seorang ibu rumah tangga' mengalami kejumudan. Stagnan! Bahkan mungkin bisa dibilang 'kemunduran intelektual'. Ia juga masih ingin membantu ibunya untuk turut membiayai seorang adiknya yang masih kuliah.

Dilematis memang....

Untuk alasan kejumudan, stagnasi atau bahkan 'kemunduran intelektual' aku mengamininya. Walau tidak semua. Menurutku itu tergantung individu masing-masing dalam menyikapinya. Aku memang melihat banyak ibu rumah tangga yang seperti itu. Berhenti belajar, tenggelam dalam lingkungan 'sumur, dapur dan kasur'. Terpuruk dan tertinggal oleh teman-temanya yang berkarir diluar. Rentang waktu yang sangat panjang dalam sebuah lingkup terbatas, sedikit banyak memang dapat mengubah pribadi seseorang.

Tapi aku juga melihat banyak yang tidak seperti itu. Banyak sekali kulihat teman-temanku yang penuh semangat dalam menghadapi kesehariannya sebagai ibu rumah tangga saja. Ibu rumah tangga yang penuh kreatifitas dan tak pernah berhenti belajar, pandai mengatur waktu, bahkan akhirnya bisa banyak berkiprah untuk agama dan umat.

Pilihan menjadi seorang 'ibu rumah tangga' saja, memang pilihan yang tidak terlalu menarik. Pilihan yang 'kalau tidak pintar-pintarnya' kita melakoninya merupakan pilihan yang akan menjerumuskan pada kejumudan dan kejenuhan. 

Namun dibalik semua itu ada berkah yang luar biasa untuk anak dan keluarganya. Karena memang sejatinya tugas seorang ibu yang utama adalah mendidik anak-anaknya dan memenej urusan domestik dalam negerinya. Ketika urusan di dalam sudah beres barulah seorang ibu  bisa berkiprah dengan leluasa diluar.

Sementara pilihan untuk berkarir untuk sebagian orang merupakan pilihan yang lebih menarik, lebih menantang dan lebih 'menjanjikan' secara materi dan kemajuan intelektualnya. Berinteraksi dengan dunia luar memaksanya untuk selalu belajar dan memacu diri. Penuh warna dan kompetisi. Walau mungkin harus mengorbankan buah hatinya 'dipegang' orang lain yang nota bene dalam pemahaman serta pendidikan jauh di bawah standar seorang pendidik.

Tidak ingin menghakimi sebenarnya. Karena kedua pilihan itu memang ada konsekuensinya masing-masing. 

Idealnya  seorang ibu yang berpendidikan tinggi, mempunyai wawasan yang cukup mendalam dalam mendidik anak memberikan yang terbaik untuk anak-anaknya. Mencurahkan waktu dan ilmunya untuk tumbuh kembang anak-anaknya tanpa meninggalkan eksistensinya untuk berkiprah bagi sesama. Sebuah kondisi ideal!!

Tapi tidak semua bisa memilih itu. Ada hal-hal tertentu yang membuat kondisi ideal tidak dapat dipenuhi. Semua berpulang pada diri masing-masing. Selama tidak ada hak yang terdzolimi, selama semua kewajiban tertunaikan, ada hak bagi kita untuk bisa memilih.  

Diri kitalah yang lebih memahami internal rumah tangga kita, serta konsekuensi sebuah pilihan yang kita ambil.  Buatlah list sisi positif dan negatifnya pilihan kita, kemudian setelah itu,  jujur saja pada nurani. Itulah pilihan yang terbaik untuk kita. 

Untukku... mendampingi anak-anak disetiap tumbuh kembangnya... bersama keceriaan dan kemanjaannya...  adalah sebuah moment yang tak tergantikan dan tak mungkin terulang......

*gbr dari abah google ya... :)

Be A Strong Mom

Bismillah,

Pagi pun baru memulai hari, semburat mentari  di ufuk timur menghangatkan bumi yang tua. Kesibukan mulai terasa. Di luar lalu lalang kendaraan meramaikan suasana. Tak ada kicauan burung seperti di desa. Yang ada asap dari knalpot motor dan mobil yang menodai sejuknya pagi. Polusi kini memang di mana-mana.

Tidak ada agenda keluar, aku pun duduk dihadapan komputer. Membuka sebuah jejaring sosial bernama fesbuk. Aku membaca status demi status teman - temanku. Mataku terpaku pada sebuah tulisan: "Only The Strong Can Do It" Dibawahnya tulisan dalam sebuah kotak berbingkai : Stay-At -Home- Mom. Dibawahnya lagi ada tulisan dengan ukuran yang  lebih kecil: Never a day off. Only the strong can do it.

Menarik! Menggelitikku  karena itu adalah peran terbesarku saat ini. Benarkah hanya orang kuat yang mampu menjalaninya? Pikiranku menerobos waktu, menyusur mundur alur kehidupanku. Lebih dari sepuluh tahun sudah ternyata peran ini aku jalani. Memang bukan peran yang mudah. Menjadi ibu, memberi sebuah kontribusi kecil untuk membentuk sebuah peradaban dimasa yang akan datang membutuhkan kekuatan mental menjalaninya.

Pikiranku berkecamuk. Teringat ucapan seorang Anis Matta, kurang lebih menurut pemikiran beliau adalah  dzolim seorang laki-laki membiarkan istrinya terkurung antara sumur kasur dan dapur. Menyia-nyiakan seorang perempuan aktivis, berpendidikan tinggi untuk sebuah peran yang bisa digantikan seperti mencuci, memasak atau membereskan rumah.

Terbayang ketika sosok Fatimah putri manusia teragung dimuka bumi ini menangis dan mengeluh kepada rasolulloh tentang kelelahannya Rasulullah berkata    ” Wahai Fatimah perempuan yang berkeringat Ketika wanita menggiling gandum untuk suami dan anaknya. Allah akan menjadikan antara dirinya dan Neraka tujuh parit. Wanita yang meminyaki dan menyisiri rambut anaknya, serta mencuci pakaian mereka. Allah akan mencatat pahala seperti memberi seribu orang lapar dan memberi pakaian kepada seribu orang telanjang. Sedangkan wanita yang menghalangi hajat tetanga-tetangganya, Allah akan menghalanginya dari meminum air telaga Kautsar diahari kiamat.”

Menjalani harinya yang berat, dengarlah ungkapan sosok Fatimah "Wahai rosululloh penggilingan dan urusan rumah tanggalah yang membuat ananda menangis".

Terbayang sesosok wajah, nun jauh disana. Seorang perempuan yang dulu aktivis kampus. Kini memulai harinya jam dua dini hari. Mempersiapkan segala sesuatu untuk suami dan sembilan anaknya. Pukul sembilan ketika semua telah selesai. Ia pun melangkah mengisi berbagai majelis taklim dan berbagai aktivitas sosial lainnya.

Terbayang sesosok wajah nun disana seorang perempuan yang dulu mahasiswi cemerlang sebuah perguruan tinggi ternama, terpuruk dalam sebuah rumah yang dinamakan rumah tangga, stagnan, tidak berkembang.... tapi itu dimata manusia... di mata Allah ? Wallohu'alam. Mungkin saja dia wanita yang sangat mulia, jauh lebih mulia daripada seorang perempuan lainnya yang merasa lebih maju darinya.

Menjadi full time mom memang pilihan yang berat, tidak semua perempuan bisa memilih pilihan itu. Kadang rutinitas membuatnya terpuruk, tidak bahagia dan menyesali diri. Sulit mempertahankan diri menjadi full time mom yang berkualitas ditengah gempuran rutinitas yang bertahun-tahun. Butuh kekuatan mental untuk bertahan di dalamnya dengan kualitas yang paripurna, untuk tetap menjadi ibu yang selalu bahagia di tengah kelelahan yang melanda.  

Ibu yang bahagia akan melahirkan anak-anak yang bahagia oleh karena itu jadilah Ibu Rumah Tangga yang bahagia. Semua pasti bisa, bukankah menjadi bahagia adalah sebuah pilihan ? Peran lain akan segera menanti, ketika seorang ibu rumah tangga telah berhasil memenej dengan baik waktunya. Wallohu'alam.