blog perempuan|blog kuliner|blog review|blog fashion|blogger bandung|blogger indonesia

10 Agu 2016

Key Perfomance Indicator Sebuah Solusi Tepat untuk Masalah Kota Cimahi

Tinggal di Cimahi sejak tahun 1997, mengikuti suami yang memang asli orang Cimahi.  Sudah lebih dari 19 tahun tinggal di Cimahi baru kurang lebih empat tahun terakhir merasakan banjir tahunan di saat musim hujan dan kekeringan di musim kemarau.  Lima belas tahun menikmati kebebasan tanpa ditakutkan dengan ancaman banjir tahunan dan kekeringan di musim kemarau adalah nikmat yang mungkin lupa disyukuri, kini setelah selalu diancam banjir tahunan nikmat lima belas tahun itu baru terasa, sebuah suasana yang kini selalu dirindukan.


Banyak warga terpaksa membuat sumur baru yang lebih dalam karena kekeringan di musim kemarau

Banjir saat musim hujan


Cimahi adalah sebuah kota kecil di Provinsi Jawa Barat Indonesia yang terletak diantara Kota Bandung dan Kabupaten Bandung Barat.  Dulunya Cimahi merupakan bagian Kabupaten Bandung, kemudian tahun 1976 ditetapkan sebagai kota administratif. Pada tahun 2001 ditetapkan sebagai kota otonom yang terdiri dari tiga kecamatan dan 15 kelurahan.

Semenjak menjadi kota otonom, perkembangan Kota Cimahi memang cukup pesat hal ini diiringi dengan jumlah penduduk yang terus menerus bertambah dengan cukup cepat pula.  Selain kelahiran faktor yang paling banyak mempengaruhi cepatnya pertambahan penduduk itu adalah banyaknya pendatang dari berbagai daerah untuk mengadu nasib di Kota Cimahi.  

Menurut Badan Pusat Statistik jumlah penduduk Kota Cimahi per 2014 adalah 597.015 jiwa, sementara itu luas Kota Cimahi hanya 4.036,45 hektare, kepadatan penduduk itu mencapai 147,98 per hektare.  Ini cukup jauh dengan jumlah ideal yang telah ditetapkan WHO yaitu 96 jiwa per hektare.

Kepadatan penduduk ini tentu merupakan salah satu penyebab munculnya banjir tahunan dan kekeringan di musim hujan yang sekitar empat tahun terakhir mulai terjadi di Cimahi.  Tak bisa dielakkan lagi, semakin banyak penduduk semakin banyak pula tempat tinggal yang diperlukan.  Ruang terbuka hijau sebagai daerah resapan air pun banyak yang berubah fungsi menjadi pemukiman. Akibatnya saat curah hujan tinggi, air tidak banyak meresap ke dalam tanah tetapi memenuhi sungai-sungai dan selokan hingga meluber ke daratan, hal ini  biasa kita sebut banjir. Sementara ketika musim kemarau kekeringan terjadi dimana-mana karena air hujan terbuang percuma tidak meresap ke dalam tanah.

Empat tahun terakhir peristiwa banjir ini mulai terjadi ketika musim hujan tiba, tidak hanya di daerah tempat saya tinggal saja ternyata, tapi di semua kecamatan di Kota Cimahi.  Mirisnya lagi, ketika musim kemarau kekeringan pun terjadi di mana-mana  Padahal dulu Cimahi adalah daerah surplus air yang memiliki sediaan air cadangan yang banyak.  Lihat saja namanya saja Cimahi, Ci artinya air dan mahi artinya cukup, jadi arti kata Cimahi adalah cukup air.

Pemerintah dan warga seyogyanya bekerjasama menanggulangi ini semua.  Karena kalau terus - menerus dibiarkan akan sangat merugikan dan dampak jangka panjang akan berpengaruh pada pembangunan ekonomi Kota Cimahi.

Key Perfomance Indicator 100-0-100 dari PUPR Sebagai Sebuah Solusi

Program 100-0-100 atau disebut juga Key Perfomance Indicator merupakan aktualisasi visi Kementrian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) khususnya Dirjen  Cipta Karya dalam mewujudkan pemukiman layak huni yang berkelanjutan.   Dengan target Indonesia 100% pemenuhan akses air minum, 0%  luasan kumuh dan 100% akses sanitasi.

Riset-riset yag dilakukan oleh peneliti yang menciptakan inovasi-inovasi dalam hal produk hasil litbang yang sudah diimplementasikan dalam bidang pemukiman, sangat bisa diterapkan  di Kota Cimahi, karena hal ini memang cocok dengan permasalahan Kota Cimahi.

Ada beberapa hasil litbang yang sudah diimplementasikan dalam bidang pemukiman yaitu : RIKA (Rumah Instan Kayu ), RISHA (Rumah Instan Sehat Sederhana),  dan yang lebih cocok diterapkan di Kota Cimahi adalah RUSPIN (Rumah Unggul Sistem Panel Instan) yang merupakan pengembangan dari RISHA.  RUSPIN ini menggunakan struktur rumah pra cetak dengan sistem panel.  Kelebihannya lebih efesiensi dalam hal biaya dan material.

Sumber: fokusjabar.com
RUSPIN ini memungkinkan membangun rumah bersusun bertingkat-tingkat, sebenarnya sistem ini sudah diterapkan di Cimahi, yaitu RUSUNAWA (Rumah Susun Sederhana Sewa) di kelurahan Cigugur Cimahi. RUSUNAWA ini merupakan rumah susun percontohan untuk  mereka yang memiliki penghasilan rendah.  Sistem ini didesain dengan konsep rumah berbasis rendah emisi dan memanfaatkan kontruksi C-Plus.

Mengingat luas Kota Cimahi yang tidak sepadan dengan jumlah penduduknya sepertinya perlu dibangun RUSUNAWA lainnya di beberapa titik di lingkungan yang padat penduduk di daerah Cimahi.  Sehingga keberadaannya akan sangat berpengaruh secara signifikan dalam upaya memenuhi kebutuhan tempat tinggal di Kota Cimahi.  Dengan rumah susun yang bertingkat-tingkat ini akan memuat banyak tempat tinggal dengan luas tanah yang lebih efesien dan efektif.

Selain persoalan pemukiman PUPR pun peduli terhadap masalah sanitasinya, karena tidak akan sempurna sebuah rumah tanpa sanitasi yang baik.  Untuk mencapai akses 100% sanitasi ini PUPR telah melakukan beberapa upaya yang sekaligus juga untuk mencegah dan menanggulangi terjadinya banjir di musim hujan dan kekeringan di musim kering. 

Tak hanya berfungsi sebagai kantor tetapi juga sebagai workshop   Sumber: litbang.pu.go.id

Hasil teknologi yang telah diterapkan berupa pengolahan air bio contractor yang meliputi Biotour, Biofil dan Biority.  Kesemuanya ini merupakan teknik sistem pembuangan yang tidak mencemari lingkungan dan menghasilkan air daur ulang dengan kualitas yang baik untuk kebutuhan rumah tangga. Biority lebih cocok untuk perumahan, hotel dan pusat pembelanjaan.  

Semua teknologi itu dapat kita lihat implementasinya di Grha Wiksa Praniti yaitu Gedung Pusat Litbang PU yang ada di Jl. Turangga Bandung.  Kita bisa belajar banyak tentang implementasi kaidah bangunan hijau yang hemat energi, air, lahan dan material.  

Selain itu di sana kita bisa melihat terpeliharanya kesehatan udara dan ruangan serta pengelolaan lingkungan secara bijak dengan tata air zero run off yang artinya semua air yang ada termanfaatkan dengan baik dan optimal. Baik itu limbah maupun air hujan yang menghasilkan air daur ulang yang berkualitas baik.

Upaya lain untuk membantu resapan air hujan agar banyak tertampung tanah adalah dengan membuat sumur biopori.  Sebagai contoh hal ini telah digalakkan oleh pemerintah Kota Bandung dengan programnya Sejuta Lubang Biopori. 

Hal ini sangat cocok bila diterapkan pula di Kota Cimahi yang sediaan airnya semakin menyusut karena dieksploitasi untuk sehari-hari, industri dan jasa.  Sementara penambahan volume air terhenti di musim kemarau dan di musim hujan cucuran air yang terserap tidak maksimal karena hanya menjadi air permukaan yang mengakibatkan banjir di mana-mana.

Program 100-0-100 atau Key Perfomance Indicator sangat cocok diterapkan di Kota Cimahi sebagai kota kecil dengan jumlah penduduk yang padat.  Pemerintah setempat harus proaktif untuk bekerjasama dengan pemerintah pusat dalam hal ini Kementrian PUPR agar program ini terealisasi secara optimal di Kota Cimahi.  Jangan lupa, pemerintah pun harus banyak belajar dari negara lain yang sudah lebih baik dalam mengelola permasalahan ini.

Singapura dengan tata kelola air terbaik di dunia   Sumber: www.hijauku.com

Pun demikian pula warganya harus turut mendukung program ini dengan cara hidup tertib sesuai dengan aturan yang berlaku. Intinya semua stakeholder harus turut ambil bagian dalam upaya menjaga keberlangsungan lingkungan Kota Cimahi di masa depan.

2 komentar :

  1. waaah, pastinya bingung kalau enggak ada air, lebih bingung lagi kena banjir, smeoga cimahi lebih baik lagi, semoga menang yaa, teh

    BalasHapus
  2. mudah-mudahan penataan cimahi bisa lebih baik ya teh. biar hidup kita lebih adem, tentrem, nyaman, aman dan sejahtera

    BalasHapus

Terima kasih telah mampir dan silakan tinggalkan jejak ^_^