blog perempuan|blog kuliner|blog review|blog fashion|blogger bandung|blogger indonesia

10 Mei 2022

Resensi Buku Literasi Emosi



Buku Literasi Emosi

Resensi Buku Literasi Emosi  Ada sebuah buku menarik yang baru saja selesai saya baca, buku berjudul Literasi Emosi, Intelegence with A Hearth sukses membuat saya banyak berkaca pada masa lalu.  Tentang sebuah pengalaman dan beberapa pelajaran berharga di dalamnya.

Setiap orangtua dimana pun berada pasti menginginkan yang terbaik untuk anak-anaknya.  Masih ingat saat anak-anak masih kecil sering bertemu di posyandu dengan orangtua yang sangat peduli dengan tumbuh kembang anak-anaknya.  Setiap bulan tumbuh kembang anak-anaknya dimonitor melalui Kartu Menuju Sehat.

Sayangnya meskipun menginginkan yang terbaik untuk anak-anaknya namun tidak semua orangtua yang membekali dirinya dengan berbagai pengetahuan yang menunjang tumbuh kembang anak.  Aspek yang menjadi titik berat perhatian lebih pada pertumbuhan anak secara fisik.

Padahal perhatian tumbuh kembang anak harus meliputi mental spiritual, tidak melulu persoalan kesehatan fisik, hal ini yang banyak dilupakan para orang tua.  Bahkan konon katanya salah satu penunjang kesuksesan seseorang adalah memiliki kompetisi yang cakap tentang dunia emosi.  


Buku Literasi Emosi ini sepertinya bisa jadi panduan para orangtua dalam memantau tumbuh kembang anak-anaknya secara menyeluruh dalam arti tidak semata aspek fisik saja.  Terlebih di masa sekarang dimana kebutuhan pada tema kesejahteraan mental kian terasa urgensitasnya.

Memiliki lima orang anak yang sudah beranjak dewasa membuat saya sedikit banyak memahami tentang tumbuh kembang anak.  Benarlah adanya bahwa pengalaman merupakan guru yang berharga.  Itulah mengapa akhirnya sedikit pengalaman itu kemudian saya torehkan dalam sebuah buku berjudul Ibu Smart, Anak Hebat.

Membaca buku Literasi Emosi membuat saya berkaca pada pengalaman mendampingi lima anak-anak dengan karakter yang beragam.  Banyak kesalahan yang sudah saya buat dalam proses mendidik anak, tanpa menafikan beberapa 'kesuksesan' karakter yang telah berhasil ditanamkan kepada mereka.  Inti dari semua itu bermuara pada proses kita mendidik anak dan latar belakang pengetahuan serta wawasan yang dimiliki orangtua.

Cerita Inspirasi Pengalaman Mendidik Anak

Di samping berbagai penyesalan yang saya rasakan dalam mendidik anak, ada satu hal yang membuat saya merasa beruntung.  Bahwa semua anak-anak kami memiliki karakter welas asih dan empati tinggi kepada orang lain adalah satu hal yang harus sangat saya syukuri.

Si sulung yang dari sejak kecil sudah menjadi penulis, hampir 80 persen tulisannya bertema sosial. Novel pertamanya yang dibuat saat ia duduk di sekolah dasar berjudul Mimpi Aiko, dimana bercerita tentang kehidupan anak-anak yatim piatu di sebuah rumah singgah. Banyak pula cerpen yang ditulis saat SD dan diterbitkan di koran serta majalah bertema tentang kehidupan anak-anak terlantar.

Si Sulung

Saat duduk di bangku SMA si sulung bersama teman-temannya mendirikan sebuah rumah singgah untuk anak-anak terlantar di sekitar rel kereta api dekat sekolahnya.  Setiap hari sepulang sekolah ia dan teman-temannya mengajari mereka membaca dan menulis, mengajari cara sholat dan lainnya.

Saat kuliah di Turki pun ia menjadi sukarelawan sebuah lembaga kemanusiaan di perbatasan Syria dan Turki. Tugasnya waktu itu adalah memberikan pendampingan kepada anak-anak yatim piatu korban peperangan.  Ia juga sempat menjadi sukarelawan untuk anak-anak Ugyur yang terdampar di Turki.  Ia pun sempat menyisihkan sebagian dari uang saku beasiswanya untuk anak asuhnya di sebuah rumah yatim piatu.

Demikian juga adik-adiknya tidak jauh berbeda dari kakak-kakaknya.  Si tengah yang baru lulus SMA dan si bungsu saat ini masih sekolah di SMP sudah menjadi guru-guru mengaji anak-anak sekitar rumah.  Tiap hari di sore hari mereka mengajar mengaji dan hapalan Al-Qur'an secara gratis. 

Seringkali anak-anak mengingatkan kami orangtuanya di tiap hari jum'at agar memasak lebih untuk dibagikan pada yang kurang mampu.  Membantu menyediakannya dan kemudian mereka mengirimkan ke tetangga yang berkekurangan.

Bercerita tentang kewelas asihan anak-anak hanya sekedar memberi inspirasi bahwa saat orangtua mau berlelah-lelah menerapkan sebuah nilai moral yang dipahaminya maka orangtua tidak harus capek lagi dan tidak mengalami kesulitan dalam mendidik anak saat mereka beranjak dewasa.

Buku Literasi Emosi ini sepertinya bisa dijadikan panduan untuk para calon orang tua agar tidak mengalami penyesalan dalam proses pengasuhan dan pendidikan anak-anaknya.  Buku ini merupakan bekal penting dalam mendampingi tumbuh kembang anak-anaknya.  

Saya sempat berandai-andai, seandainya saya membaca buku ini saat muda dulu tentu beberapa penyesalan kesalahan dalam proses pengasuhan yang sempat saya lakukan tidak akan pernah terjadi....Ala kulli hal apa pun itu saya sangat mensyukuri memiliki rezeki yang utama yaitu anak-anak yang sholih dan sholihat.

Pentingnya Buku Literasi Emosi Menjadi Panduan Para Orang Tua 

Saat saya membaca buku Literasi Emosi terbayang banyak hal di benak ini, seandainya para orangtua memiliki pengetahuan tentang literasi emosi ini, kemudian menerapkannya dalam proses pengasuhannya betapa akan tercipta anak-anak hebat di kemudian hari.  

Mengapa buku ini menjadi penting ?  Buku ini memberikan bimbingan pada para orang tua untuk bisa memaksimalkan aset berharga yang dikaruniakan Sang Pencipta pada manusia dalam mengarungi kehidupan ini.  

Dalam proses tugas menjadi khalifah di muka bumi ini Allah SWT telah memberikan bekal berupa aset yang sangat berharga. Bila para orang tua berhasil mengoptimalkan aset ini maka kesuksesan manusia menjalankan tugasnya akan tercapai.

Buku ini sejak awal telah menyebut tiga aset yang harus kita optimalkan itu dalam bagian pengantar sub bagian Beberapa Konsep Pengantar.  Di dalam bagian ini disebutkan tiga otak yang menjadi aset berharga seorang anak.

Ketika kita sedang mendidik anak maka kita sedang mendidik ketiga otak ini yaitu head, gut and heart.  Dengan kata lain pendidikan diarahkan supaya anak menjadi seorang yang memiliki big heart, big head dan big gut. Seorang anak diharapkan memiliki kepekaan hati, kejernihan akal juga memiliki nyali yang dibingkai keimanan pada Tuhan-nya. 


Lebih jauh buku ini menyebutkan bahwa yang menjadi pengatur dari ketiga aset ini adalah heart atau hati.  Tugas hati di dalam jiwa manusia seperti peran konduktor dalam orkestra. Ibarat seorang konduktor hati mampu mengarahkan otak dan anggota tubuh lain tetapi otak tidak mampu mengarahkan hati.

Hati menjadi raja, komando dari otak, anggota tubuh dan jiwa.  Penting dan genting sekali merawat hati agar ia selalu baik. Dan salah satu kepribadian yang memiliki andil pada hati yang baik adalah hadirnya emosi yang sehat.  Dalam buku Literasi Emosi sang penulis buku ini mengingatkan tentang sebuah hadist yang berbunyi:

"Ingatlah bahwa di dalam jasad itu ada segumpal daging. Jika ia baik maka baik pula seluruh jasad.  Jika ia rusak maka rusak pula seluruh jasad.  Ketahuilah bahwa ia adalah hati (jantung)". (HR. Bukhari no 52 dan Muslim no 1.599)

Perkembangan emosi tidaklah kasat mata seperti halnya pertumbuhan fisik dan kognisi.  Bagaimana menilai performa perkembangan emosi?  Sehat tidaknya perkembangan emosi mereka dinilai dari kemampuan mereka saat berinteraksi dengan kehidupan penuh emosional juga ketika berinteraksi dengan kehidupan sosial. 

Keyakinan bahwa perkembangan emosi ini memiliki dampak yang paling besar untuk kesuksesan kehidupan anak di masa depan inilah yang melatar belakangi penulis membuat buku Literasi Emosi, Intelligence with A Heart ini.

Agar anak memiliki kecerdasan hati sebagai investasi kesejahteraan mentalnya di masa yang akan datang. "The best and most beautiful things in teh world cannot be seen or even touched, they must be felt with heart" (Hellen Keller)

Buku terbitan Madani Kreatif karya Dandy Birdy dan Diah Mahmudah setebal 212 halaman merupakan buku kesembilan dari buku seri psikologi keluarga.  Ini  membuktikan keseriusan dari Dandiah untuk konsen terhadap tema ini. Tidak hanya melalui buku tapi juga berbagai program pelatihan, seminar,  dan workshop telah mereka lakukan.

Buku Literasi Emosi : Panduan Membentuk Kecerdasan Anak Melalui Literasi Emosi.

Melalui buku ini para orang tua dipandu untuk membentuk kecerdasan anak melalui literasi emosi. Tidak hanya dari berbagai literatur yang ada yang berisi konsep dan teori tapi juga buku ini lahir dari kenyataan di lapangan yang mereka hadapi selama melakukan praktek konseling sehingga buku ini dilengkapi berbagai petunjuk praktis.

Saat ini orang sudah mengenal istilah emotional intelligence (El), psikolog yang aktif mengenalkan konsep ini adalah Daniel Goleman.  Sedangkan Emotional Literacy (EL) pertama kali diperkenalkan oleh Claude Stainer jauh sebelum Daniel Goleman mengenalkan konsep El.

Literasi emosi adalah kemampuan untuk memahami emosi diri sendiri, kemampuan mendengarkan orang lain dan berempati dengan emosi-emosi mereka serta kemampuan untuk mengekspresikan emosi secara adaptif.

Menurut buku ini keduanya memiliki persamaan dan juga perbedaan.  Persamaannya adalah keduanya memiliki konsep bahwa kecerdasan emosi memiliki peranan yang sangat penting dalam kehidupan manusia daripada kecerdasan intelektual.  

Tiga dimensi memiliki konsep yang mirip satu sama lain yaitu:

EL: Self Awreness self regulation social, skill empathy

El : Knowing your own feeling, managing emotion, empathy

Sementara itu aspek yang membedakannya adalah EL secara khusus membahas tentang peranan hati sementara El tidak membahas secara khusus tentang hati ini,  EL juga mengandung dimensi minta maaf dan bertanggung jawab pada kerusakan emosional.  Sementara El tidak membahasnya.

Buku Literasi Emosi ini terdiri dari tujuh bab, dimulai dari topik seputar rasa dan emosi, kemudian membahas bagaimana mengasah hati dengan empati.  Dilanjutkan dengan Narasi Indah tentang Pengelolaan Emosi.

Bab selanjutnya membahas Berdamai dengan Pemaafan Tulus, Integrasi Empat Dimensi Literasi Emosi, Assesment Literasi Emosi dan ditutup dengan Hati Bahagia dengan Literasi Emosi yang merupakan kumpulan kisah nyata indahnya hati karena literasi emosi.

Kisah nyata yang membuka mata kita bahwa benar adanya bahwa anak adalah peniru paling ulung.  Bahkan cara kita marah pun ia ekspresikan dalam kemarahannya.  Membuat kita berkaca bahwa bila ingin mendidik anak dengan benar kita sendiri harus sudah beres dengan diri kita sendiri.

Di buku ini disebutkan bahwa orang tua berperan sebagai Psycological First Aids (PFA) atau P3K mental yang mengIDENTIFIKASI, meNORMALISASI dan memVALIDASI yang kemudian dilanjutkan dengan tiga tahap di akhir yaitu KANALISASI, STABILISASI dan SPIRITUALISASI.

Untuk melakukan itu semua orang tua dilengkapi dengan modal "Be A MOM" yang merupakan akronim dari Body Language (amati bahasa tubuh anak), Empathy (Sensitif, masuk ke dunia anak, dari hati ke hati hingga menghadirkan solusi)

 Active Listening (mendengarkan dunia anak dengan penuh atensi), Mindfulness (hadir utuh dan penuh tanpa menghakimi dunia anak). Optimist (menularkan vibrasi emosi positif dan penuh harapan. Micro Counseling (kuasai teknik konseling).

Tentu bukan hal yang mudah mengarahkan anak agar bisa mengelola emosinya.  Seperti diungkapkan di atas anak adalah peniru yang ulung.  Untuk bisa mengarahkan anak orang tua terlebih dahulu harus bisa mengarahkan emosinya sendiri di buku inilah orang tua bisa belajar mengelola emosinya yang otomatis juga sebagai pembelajaran untuk anak-anaknya.

Buku ini juga memberi gambaran manfaat yang bisa didapatkan bila seorang anak mampu dan cerdas mengelola emosinya.  Manfaat itu antara lain memiliki kehidupan pikiran yang sehat yang kemudian melahirkan aksi solutif.

Anak juga akan bugar secara fisik dan memiliki kualitas tidur yang baik.  Ia akan memiliki kuantitas resiliensi (daya tahan) yang kuat. Bila mengalami benturan ia bisa menanganinya secara sehat dan bisa bangkit dengan kesehatan mental yang lebih baik.

Ia akan memiliki konsep diri yang baik dan mental yang semakin optimal.  Dan yang tak kalah pentingnya anak akan memiliki kehidupan spiritual yang sehat serta memiliki mental bonding yang kuat dengan orang tua dan orang terdekat.

Sebuah buku penting dan menarik karena di setiap bab nya selalu tersedia bagian praktik, aplikasi serta refleksi.  Misalnya saja bagaimana mengaplikasikan empati dan mengukur kadar empati seorang anak. Setiap teori selalu langsung ada bagian praktik.

Setiap orang tua harus menyediakan waktu khusus untuk mencerna kemudian memeraktekkan teorinya agar jadi sebuah panduan dalam mengelola emosi.  Pengemasan buku ini sudah demikian komunikatif dengan ditampilkannya banyak infografis yang memudahkan para pembaca mencerna buku ini.  

Untuk lengkapnya teman-teman memang harus membaca buku ini, menelaahnya secara perlahan karena meski buku ini sudah dibuat sedemikian menarik tetap saja bahasannya merupakan bahasan yang cukup berat dan perlu dikaji lebih dalam.  Insya Allah teman-teman  akan banyak mendapat insight penting yang bermanfaat membantu dalam  hal pengasuhan anak-anak dengan membaca buku ini.  

Tertarik dengan buku ini?  Teman-teman bisa menghubungi akun instagram penulisnya yaitu @diahmahmoed77 ya....  Semoga tulisan Resensi Buku Literasi Emosi ini bermanfaat untuk siapa pun yang membacanya.

14 komentar :

  1. Menarik juga ya bukunya, manajemen emosi memang penting banget.
    Saya masih jadi PR besar banget biar bisa manaj emosi dengan baik.
    Terutama juga untuk dicontohkan ke anak.
    Jadi pengen baca buku literasi emosi ini

    BalasHapus
  2. Setuju teh Ida, kepandaian intelegensi hanya sebagian dari kepandaian emosi, kepandaian spiritual serta kepandaian lainnya👍😊

    BalasHapus
  3. Dengan memahami literasi emosi ini, untuk orangtua dan bahkan calon orangtua bisa lebih bijak lagi dalam menata emosi terhadap anak ya

    BalasHapus
  4. Masya Alalh Tabarakallah, putra-putrinya begitu welas asih dan soleh/solehah, Teh Ida.
    Saya juga banyak belajar dari ulasan buku yang dituliskan dengan lengkap di sini.
    Menyoal Literasi Emosi, buku seri yang kesembilan dari seri psikologi keluarga Dandiah, jadi penasaran dengan buku lainnya saya. Bisa untuk referensi orangtua dalam menyiapkan pengasuhan yang lebih baik untuk anak-anaknya.

    BalasHapus
  5. MashaAllah. Benar kata pepatah ya Mbak Ida. Belajar menjadi orang tua itu berlaku seumur hidup dan tak ada sekolah formalnya. Bahkan hingga anak-anak kita sudah mandiri, berkeluarga dan memiliki keturunan masing-masing.

    Saya setuju dengan pendapat bahwa kita wajib mendahulukan kecerdasan emosi yang berhubungan timbal balik dengan akhlak. Karena pada kenyataannya kelengkapan kebutuhan fisik adalah tampak luarnya saja.EQ dan SQ seharusnya diutamakan lengkap terlebih dahulu setelah IQ.

    Ulasannya bagus banget Mbak Ida. InshaAllah pengen beli dan baca bukunya. Semoga bisa jadi pembelajaran juga buat saya agar bisa lebih paham dalam mendidik anak-anak saya yang beranjak dewasa.

    BalasHapus
  6. Saya juga membaca buku ini mbak
    Menjadi bahan renungan lagi
    Bahwa tugas orang tua itu sangat kompleks
    Tak hanya mendidik anak untuk menjadi cerdas tapi juga perlu memiliki emosi yang baik

    BalasHapus
  7. Referensi buku yang harus dimiliki oleh setiap orangtua ini ya mba Ida.
    Secara dalam kehidupan ini bukan hanya kecakapan intelegesia yg menentukan, tapi sangat didukung oleh kecakapan emosi. Seorang anak bisa mendapatkan kecakapan tersebut jika dibesarkan oleh orangtua yg mempunyai literasi emosi yg baik.

    BalasHapus
  8. Buku ini keren banget dan sangat bermanfaat untuk para orang tua maupun calon orang tua agar memiliki kecerdasaan emosi agar sukses dalam mendidik anak, terlebih di zaman sekarang.
    Saya salfok dengan si sulung, hebat banget mbak. Sudah bisa menulis novel sejak SD dan memiliki kepekaan sosial serta kepedulian terhadap sesama, love banget ❤️

    BalasHapus
  9. Buku yang menarik sekali ya mbak. Resensinya lengkap. Jadi pengen baca bukunya pula agar bisa mengelola emosi dengan baik sehingga bisa menyalurkan emosi yang baik pula ke anak-anak.

    BalasHapus
  10. Saya pun memiliki penyesalan-penyesalan dalam pola asuh ke anak-anak, malam saat mereka tidur, saya pandangi sambil berucap maaf atas kesalahan-kesalahan saya dulu.

    Dari membaca ulasannya ini, terbayang kalau buku literasi emosi ini sangat bagus buat bahan bacaan setiap orang tua, agar makin baik pola asuhnya pada anak-anak

    BalasHapus
  11. Betul teh, lepas dari kemampuan orang tua, tapi semuanya pasti menginginkan yang terbaik untuk anaknya.
    Hati sebagai penggerak jiwa dan raga sudah seharusnya diisi dengan hal baik agar menuntut kepada kebaikan pula

    BalasHapus
  12. Mbak, barakallah ya, dirimu luar biasa. Salut buat si sulungnya yang walaupun masih muda, sudah mampu memberikan manfaat untuk sekitarnya. Jadi ingin membaca buku literasi emosi ini, karena saya termasuk yang masih belum terlalu baik dalam memanajemen emosi

    BalasHapus
  13. keren bgt mba Ida, masih kecil sudah jadi penulis dan udah mendirikan rumah singgah. emosi yang baik juga dididik dari kecil ya mba. mau bgt jadi baca bukunya mba, trimakasih sudah sharing mba

    BalasHapus
  14. Kepekaan sosial, itu yg juga aku tekanin ke anak2 mba. Membiasakan mereka utk sedekah, menanamkan empati kepada orang yg kekurangan, juga kepada hewan. Krn dengan punya hati yg lurus , insyaallah anak2 bisa tenang hidupnya. Aku ga pernah meminta mereka jadi orang kaya raya, tapi ga suka berbagi. Ga ada gunanya.

    Makanya sejak kecil dibiasakan utk setiap hari berbagi kepada orang2 yg mungkin datang ke rumah, ntah pengamen, anak kecil penjual tisu dll. Banyak yg bilang mereka diakomodir Ama penyalur, tapi bukan itu poinnya. Aku cuma mau anak2 sadar kalo kehidupan mereka berkecukupan dan hrs tergerak utk menolong sesama.

    Semoga anak2ku juga bisa menjadi relawan seperti anak mba 👍. Hebaaat, apalagi sejak usia muda sudah berkarya dengan hasil2 bukunya

    BalasHapus

Terima kasih telah mampir dan silakan tinggalkan jejak ^_^