blog perempuan|blog kuliner|blog review|blog fashion|blogger bandung|blogger indonesia

13 Nov 2021

Hari Pahlawan dan Teori Maslow


Teori Maslow

Hari Pahlawan dan Teori Maslow  Entah kenapa saat hari Pahlawan ini jadi teringat guru pertamaku di pengajian, seorang ustadz yang sederhana.  Bagiku beliau adalah salah satu contoh sosok yang sudah memiliki semangat kepahlawanan karena sudah selesai dengan dirinya sendiri. Hidupnya berkiprah menyebarkan kebermanfaatannya untuk lingkungan sekitarnya.

Ada satu hal dari pernyataan beliau (Allohuma yarham) yang tak pernah saya lupakan.  Beliau pernah bercerita bahwa saat seseorang berada di puncak kedekatan dengan Allah SWT alias kalau orang lain menilai sebagai orang bertaqwa ia seperti berada di sebuah bangunan di puncak yang tinggi.  

Seseorang yang berada di puncak tertinggi sebaran pandangnya memiliki jangkauan yang lebih luas dari mereka yang ada di bawah.  Ia akan melihat banyak hal yang tidak diketahui orang banyak.  Terbayangkan kalau kita berada di atas kita bisa melihat banyak hal yang tidak bisa orang lain (yang berada di bawah) lihat. 

Seperti itulah saat seseorang berada di puncak keimanannya, selain hidupnya tentram bahagia karena merasakan manisnya iman ia seakan berada di puncak yang bisa melihat berbagai karakter manusia yang ada di sekitarnya.  

Melihat orang-orang yang masih mempertuhankan hawa nafsunya seperti anak-anak yang sedang memperebutkan mainan.  Itu pesan yang selalu saya ingat tentang beliau yang membuat Cerita Ida akhirnya  menorehkan tulisan Hari Pahlawan dan Teori Maslow.  

Masya Allah, Ustadz sholeh yang fasih berbahasa Arab karena memang lulusan Timur Tengah itu begitu ikhlas mengajari kami banyak hal.  Sedih bila ingat betapa kami para muridnya -terutama saya pribadi- sering melupakan kondisi keluarganya.  

Hari Pahlawan dan Teori Maslow

Beliau selalu terlihat bahagia, tak pernah berkeluh kesah tentang keluarganya, yang membuat kami lena untuk peduli pada keluarganya.  Kami hanya  melihat semangat membara yang terpatri dalam dirinya untuk terus berdakwah.  Beliau bagi kami adalah seorang Pahlawan tanpa Tanda Jasa. 

Saya tahu beliau banyak sekali muridnya, ada beberapa kelompok pengajian yang beliau bina hingga waktu mencari nafkah untuk keluarganya banyak tersita. Ya karena beliau mengajari kami dengan gratis...tis...tis. tanpa minta bayaran sepeser pun.

Saya ingat awal saya menikah beberapa kali saya absen ikut pengajiannya.  Waktu itu saya sibuk dengan pekerjaan, sibuk melanjutkan kuliah di malam hari dan mungkin keasyikan berbulan madu di awal pernikahan... hahaha... ups.

Eh Pak Ustadz memanggil saya dan suami secara khusus, kemudian beliau menasehati kami banyak hal. Yang saya ingat sih bahwa beberapa orang yang setelah menikah jadi kendor pengajiannya. Beliau memberikan nasehat kepada kami tentang hakikat pernikahan yang seyogyanya memperkuat perjuangan di jalan dakwah.

Kemuliaannya terlihat saat beliau meninggal, pelayat pun penuh berjubel  hadir di hari wafatnya. Baik tetangga di lingkungan sekitar maupun dari jauh pun datang melayat.  Pribadi yang sederhana, tapi ketika meninggal Allah SWT memperlihatkan bagaimana beliau dimuliakan.  

Walikota dan istrinya pun hadir ikut menyolatkan beliau.  Masya Allah beliau adalah sosok orang yang telah selesai dengan dirinya sendiri.  Hingga hampir seluruh waktu hidupnya beliau infaqkan di jalan dakwah ini.

Saya jadi teringat dengan Teori Maslow tentang kebutuhan manusia.  Beliau sudah berada di level tertinggi dalam hirarki kebutuhan manusia Teori Maslow yang sudah di-update tentu saja. Maslow sendiri merevisi puncak tertinggi kebutuhan manusia ini setelah kurang lebih 27 tahun berlalu dari teori awalnya.

Memandang ke sekitar, banyak sekali orang yang mengagungkan dan menganggap dirinya seorang yang bijak dalam kehidupan saat memahami tentang teori ini.  Merasa sudah di puncak tertinggi kebutuhan manusia  dalam Teori Maslow sebelumnya yaitu aktualisasi diri.  

pngdownload.id


Kaum tertentu yang mengesampingkan agama, menganggap dirinya berada di puncak tertinggi saat bisa mengaktualisasikan dirinya menjadi pribadi yang bermanfaat bagi sesama.  Menjadi pahlawan kaum papa, membela orang-orang tertindas.  Sudah mencukupkan dirinya pada titik tertentu hingga tidak perlu lagi memuaskan diri dengan segala sesuatu berbau materi.

Sudah berbeda dengan orang kebanyakan yang masih berkutat pada based needed atau level pertama hirarki kebutuhan manusia. Dimana orang kebanyakan terus berputar di kebutuhan utama dengan memperbanyak kekayaan, merasa keren saat menggunakan barang branded, terpaku pada kebutuhan akan materi.  Saat memperoleh peningkatan dalam materi jadi banyak tingkah, masih ingatkan dengan teori hedonic treadmill? :D 

Mereka mungkin merasa diri hebat karena sudah menjadi orang di level atas yang hanya 1% saja jumlahnya.  Sehingga tidak mau menerima kebenaran Ilahiah yang datang kepadanya.  Mereka lupa bahwa ada aturan Sang Pencipta yang mengatur kehidupan manusia supaya memperoleh kebahagiaan yang hakiki dalam hidup. Ya kebahagiaan hidup yang diperoleh saat kita mentaati Sang Pencipta kehidupan.... merasakan manisnya iman. 

Mereka lupa bahwa atau mungkin informasinya tidak sampai bahwa Teori Maslow (1943) ini sudah di-update sendiri oleh Maslow di tahun 1970.  Ternyata Maslow menambahkan satu hal tertinggi di hirarki kebutuhan manusia pada Teori Maslow yaitu Self Transcedence.

Self-Transcendence is where a person moves past themselves as an individual and focuses on the spiritual connectedness we all share. At this level, our concerns move from ourselves to others, and we dedicate our lives to serving others in whatever way feels right to us. (Sumber: https://www.mistysansom.com/blog/spirituality-and-maslows-hierarchy-of-needs)

Transedental adalah pengalaman dimana kita merasakan makna dan arti hidup dari sebuah kejadian.  Ini biasanya erat dengan rasa bangga telah melakukan sesuatu yang paling benar (hakiki) dalam kehidupan (bukan dibenar-benarkan ya...).  Kalau dalam bahasa agama biasa disebut merasakan manisnya iman.  Berhubungan dengan "Emosi Ilahi" penuh dengan rasa terima kasih dan kesyukuran.

kredit: mayadewi.wordpress.com

Ini maknanya bahwa kebutuhan fisik, keamanan diri dan aktualisasi di teori Maslow sudah tidak menjadi fokusnya lagi, sudah melampaui itu semua dalam arti kata lain sudah selesai dengan dirinya sendiri.  Hidupnya menjadi Lillah....

Jadi menurut teori Maslow ini semakin banyak orang mencapai tingkat yang lebih tinggi dalam tahapan hirarki Maslow, akan ada juga efek mengalir ke orang lain di tingkat yang lebih rendah yang terjadi melalui pengetahuan bersama dan 'pemberian kembali' alami yang terjadi ketika Aktualisasi Diri dan Transendensi-Diri tercapai. 

Ini menciptakan perubahan besar secara keseluruhan menuju pertumbuhan dan perkembangan pribadi dalam masyarakat, serta lebih banyak menerima konsep dan praktik spiritual karena hasilnya menjadi lebih jelas bagi khalayak yang lebih luas.

Jelaslah bahwa bukan sekedar berbuat kebaikan yang tanpa nilai, tapi kebaikan alias amal sholeh yang dimaknai sebagai sebuah ketaatan kepada Sang Pencipta bukan hanya sekedar aktualisasi diri.  Di sinilah letak perbedaannya.  

Pada hirarki Maslow sebelumnya beraktualisasi diri yang mengalirkan efek kebaikan untuk sekitar dengan mengesampingkan nilai-nilai Ilahiah.  Berbuat baik iya, tetapi maksiat jalan terus karena hidupnya tanpa aturan agama.  Kebaikan yang tidak melahirkan kebahagiaan karena banyak melanggar aturan Sang Pencipta.

Hanya sekedar beda di niat tapi imbasnya pada gaya hidup selanjutnya.  Pengaruhnya luar biasa pada kehidupan di masa yang akan datang maupun pada jiwa karena akan ada perasaan bahagia yang hakiki yang lahir dari sebuah ketaatan dan tentu saja ketentraman yang diberikan Penguasa Semesta Alam.  

Semua orang pasti akan memiliki semangat yang dimiliki para pahlawan bila sudah pada titik tertinggi hirarki kebutuhan manusia.  Keinginan untuk terus bermanfaat yang dilandasi oleh ketaatan kepada Sang Pencipta.  

Hidupnya selalu berusaha Dengan nama-Nya, di jalan-Nya dan hanya untuk-Nya.  Semoga tulisan Cerita Ida yang berjudul Hari Pahlawan dan Teori Maslow ini bermanfaat untuk kita semua. 

11 komentar :

  1. Subhanallah mba... menjadi manusia yang segala sesuatunya dikerjakan karena Allah, tidak akan pernah berpikir materi dan duniawi. Dan ini memang agak sulit kalau niat tidak kuat. Makasih mba atas sharing nya

    BalasHapus
  2. Teh Ida....
    aku jadi merenung dan berkontemplasi usai baca artikel ini.
    pantas, hidupku belakangan ini gersang dan acakadut.
    bisa jadi karena aku ngga merasakan manis dan lezatnya iman.

    BalasHapus
  3. Pokoknya apapun yang di lakukan kita niatnya mendapatkan ridho Allah. Jalani suka dan duka sebagai perjalanan takdir.

    BalasHapus
  4. Terima kasih sudah diingatkan Teeh, semoga kita semua selalu dalam lindunganNya dan bisa menjalani hidup ini dengan sebaik2nya

    BalasHapus
  5. Ya Allah memberikan ilmu secara gratis beneran ini pahlawan tanpa tanda jasa. Teori Maslow ini tampaknya harus aku pelajari lebih dan tahu juga berkat baca tulisan mba Ida. Makasih ya mba

    BalasHapus
  6. Terimakasih pencerahannya Mba...serasa ditampar oleh cerita ini, karena hanya sedikit manusia yang bisa bertingkah, bertutur kata serta berbuat sedemikian yang semuanya hanya mencerminkan bahwa manusia di dunia ini hanya sekedar singgah makanya beliau selalu berusaha memantaskan diri di hadapan Allah SWT...kembali kepada diri kita sudahkah kita memamtaskan diri di hadapan Allah? kalau belum saatnya kita berserah diri kepadaNya.

    BalasHapus
  7. Teori maslow ini sering membuat saya berfikir dan memeriksa diri: saya udah sampai di level mana?

    BalasHapus
  8. Apapun yg kita lakukan niatkan utk mendapat ridho dari Allah swt. kita jadi harus selalu intropeksi diri ya.Teori maslow ini baik buat dipelajari deh.

    BalasHapus
  9. Kalau sudah mencapai level lillah ini memang luar biasa banget ya mba. SEmoga saja kita semua dimampukan mencapai level itu tanpa lupa diri dan menganggap paling tinggi diri kita di antara orang lain.

    BalasHapus
  10. MashaAllah, tabarakallahu dan teruntuk ustadz, barakallahu fiik~
    Senantiasa saling mengingatkan melalui tulisan ini alangkah indahnya. Menjadi paham mempelajari agama pun bisa dengan teori levelling dari Teori Maslow.

    BalasHapus
  11. Saya jadi nambah wawasan baru soal Teori Maslow
    Baru dengar karena saya kurang membaca
    Keseringan baca sih tapi novel hehe

    BalasHapus

Terima kasih telah mampir dan silakan tinggalkan jejak ^_^