blog perempuan|blog kuliner|blog review|blog fashion|blogger bandung|blogger indonesia

24 Sep 2020

Berpikir Kritis


Berpikir Kritis

Berpikir Kritis  Sudah tertanam di dalam benak kita semua bahwa kita akan lebih survive saat kita tidak berbeda dengan orang lain.  Sebuah mentalitas yang terprogram dalam benak kita bahwa tidak nyeleneh sendiri itu akan membuat diri kita dalam kondisi lebih aman dan nyaman.

Ini membuat kita menjadi pribadi yang senang ikut-ikutan, tergantung trend yang sedang ramai maka akan kita ikuti.  Mengapa berpikir kritis tidak menjadi kebiasaan kita, mungkin paparan di bawah ini menjadi jawabannya.


Berpikir Kritis dan Pola Asuh Orang Tua

"Jangan duduk di meja nanti banyak hutang lho.."

"Makan sampai piringnya bersih, kalau bersisa nanti jodohnya wajahnya kotor lho.."

"Jangan duduk di lawang pintu, nanti susah dapat jodoh ..."

Saat kita sudah beranjak besar dan bisa berpikir kritis kita tahu bahwa apa yang diungkapkan di atas, sangatlah tidak masuk akal.  Tapi entah mengapa pola pikir tidak logis  ini banyak terbawa hingga kita dewasa.  Kita menjadi mudah percaya pada sesuatu berdasarkan asumsi saja, dan tentu saja hal ini tidak baik dan berbahaya. Kita menjadi terdidik untuk tidak berpikir kritis.

Berpikir Kritis Adalah .....

Menurut wikepedia berpikir kritis adalah konsep untuk merespon sebuah pemikiran atau teorema yang kita terima.  Respon tersebut melibatkan kemampuan untuk mengevalusi secara sistematis.  Konsep ini telah dikembangkan sekitar 2500 tahun yang lalu.

Sementara menurut dictionary.com, n.d & Center for Innovation in Legal Education berpikir kritis adalah cara berpikir yang jelas, rasional, terbuka dan berdasarkan bukti dan fakta atas apa yang kita baca, dengar atau lihat.



Doktrin atau ungkapan dari orang tua seperti beberapa contoh di atas mungkin bisa menjadi salah satu penyebabnya.  Kesalahan dalam pola pendidikan yang tidak disadari membuat kita menjadi orang-orang yang tidak berpikir kritis.

Atau juga dongeng-dongeng yang dibacakan atau diperdengarkan orang tua kita pada masa lalu, mengambil peranan juga untuk mendidik kita tidak berpikir kritis.  Si Kancil Anak Nakal dongeng masa lalu yang sangat familiar karena itu yang diceritakan ibuku saat saya kecil sambil ngala kutu...:D

Dongeng Si Kancil mengajarkan kita untuk menjadi orang licik. Terus ada juga cerita Si Kabayan yang sangat pemalas, kisah berulang yang mungkin tujuan agar kita menjadi pribadi yang tidak malas tapi akibatnya karena diungkapkan berulang menjadi sebuah sinyal bahwa kemalasan adalah hal yang lumrah.

Pola asuh seperti ini yang mengajarkan kepada kita secara tidak sengaja untuk berprilaku negatif dan tidak berpikir kritis.  Maksudnya baik bercerita tentang si kancil yang licik supaya kita tidak berbuat licik.  Tapi seperti apa yang diungkapkan di atas bahwa hal yang negatif bila diperkenalkan kepada kita terus-menerus maka akan menjadi sesuatu hal yang lumrah.

Pentingnya Memilih Diksi yang Tepat

Pemilihan diksi sangatlah berperan penting, daripada bercerita tentang si kancil yang licik mengapa tidak bercerita tentang seseorang yang banyak akal.  Dari pada bercerita tentang kemalasan Si Kabayan kenapa kita tidak bercerita tentang kisah anak yang rajin yang inspiratif... Tentu hasilnya akan berbeda.  

Wajar saja kan kalau saat ini berpikir kritis adalah sesuatu hal yang langka di dalam kehidupan masyarakat kita?  Generasi Baby Boomer dan Generasi X adalah produk dari pendidikan seperti itu.  Tidak semua tentu saja, tapi secara umum bisa dikatakan demikian.

Hasilnya....: Masyarakat yang Tidak Berpikir Kritis

Hal ini bisa kita lihat dari kondisi masyarakat kita di era digital ini.  Media sosial yang menjadi platform tempat kita berekspresi sekaligus bisa menjadi sebuah paradoks karena dapat menyerang balik. 

Media di negara kita saat ini memiliki kecenderungan menerbitkan sesuatu hal yang sensasional dibanding sesuatu yang inspiratif.  Dan ini menjadi sebuah masalah besar karena saat ini masyarakat kita bukanlah orang-orang yang berpikir kritis.  Akibat dari tidak berpikir kritis diperparah dengan hal ini  tidak disikapi dengan berpikir kritis.


Apa yang beredar di WAG atau media sosial menjadi sesuatu yang langsung dipercaya tanpa terlebih dahulu ditelaah kebenarannya.  Bahkan orang-orang yang paham atau berpendidikan pun turut menyebarkan dengan embel-embel "Ini benar engga ya...?" sepertinya ada semacam kemalasan berjamaah untuk mencari kebenarannya.  

Faktor pendidikan  menjadi salah satu penyebab perilaku tidak berpikir kritis tersebut.  Kita terbiasa untuk percaya begitu saja terhadap apa yang diajarkan di sekolah.  Kita tidak terbiasa atau tidak dibiasakan untuk mempertanyakan.  

Sisi emosional menjadi salah satu faktor lainnya.  Netizen di negara berflower ini cepat sekali disulut emosinya.  Membaca judul langsung nge-gas tanpa dibaca isinya, padahal sudah kebiasaan media di negara kita membuat judul yang sensasional, sebagai sebuah tuntutan hukum permintaan dan penawaran.

Sebuah keadaan yang memperburuk situasi, pemberitaan buruk saja sudah jadi masalah apalagi pemberitaan negatif ini direspon dengan emosi.  Dampaknya akan menjadi lebih besar lagi.  Seperti saat ini di negara kita masyarakat jadi terbelah menjadi dua golongan besar yaitu Si Kampret dan Si Cebong....

Lalu apa yang harus kita lakukan..?  Orang - orang yang memahami tentang kondisi saat ini, yang mampu berpikir kritis haruslah mengambil peran besar.  Kemampuannya untuk iqra baik membaca lingkungan atau menggali pengetahuan haruslah bermanfaat untuk orang banyak.

Pantaslah ada hadist yang artinya kurang lebih sampaikanlah walau satu ayat.  Karena kita manusia diciptakan dimuka bumi selain sebagai hamba yang harus bersujud kepada Tuhan nya juga harus menjadi khalifah di muka bumi ini.  Berpikir kritis terhadap apa yang terjadi di sekitar kita dan kemudian menyikapinya dengan benar.

Masing-masing diri ini harus memiliki peranan untuk turut memperbaiki keadaan di sekitarnya disesuaikan dengan kemampuan yang kita miliki.  Sebaik-baiknya manusia adalah yang paling memberi manfaat untuk manusia lainnya.  Yuk kita berpikir kritis.

Semoga saja tulisan Cerita Ida kali ini yang berjudul Berpikir Kritis ini bermanfaat ya teman-teman.


24 komentar :

  1. sampai sekarang saya selalu mendampingi anak menonton apapun mba, seandainya tidak bisa karena terhalang sesuatu saya seenggaknya menyuruh suaranya dibesarkan agar saya bisa mendengar bila ada sesuatu yang aneh pada tontonannya

    BalasHapus
  2. Halo mba ida, salam kenal. Wah, baca tulisan mba ida ini bener banget, jadi kesel sendiri ya kita nih.

    Tapi kejengkelan-kejengkelan kita pada keadaan ini semoga bisa mulai diubah satu persatu dari lingkungan terdekat kita yaa. Ingin banget mulai banyak yang melek literasi, lebih berhati-hati dan nggak gumunan saat ada satu hal yang menghebohkan gt ya

    BalasHapus
  3. Iya nih, kudu banget membiasakan berpikir kritis.
    Harus banyak membaca dgn referensi yg bisa dipertanggungjawabkan ya Mba
    Semoga ALLAH bimbing kita, aamiiiinn

    BalasHapus
  4. bener banget mbak semua yang mbak bilang di artikel ini. Aku sendiri sebagai guru mengalami sendiri bagaimana susahnya mengajar anak untuk berpikir kritis.

    BalasHapus
  5. betul teh, kita justru harus membuat anak bisa berpikir kritis, bahkan skrg namanya soal2 ujian pun harus HOTS, high order thingking skill, supaya anak makin terpacu critical thingkingnya

    BalasHapus
  6. wahh kudu dinoted banget ini untuk nanti ketika sdh diberikan rezeki anak.

    BalasHapus
  7. Nah bener banget, harus belajar untuk berpikir kritis ya. Sekarang ini banyak berita yang tersebar di WAG atau media2 yang kadang belum jelas kebenarannya. Ini pastinya sangat mengganggu sekali, apalagi jika ada yang sampai percaya dengan berita yg ternyata ujung-ujungnya bohong/hoax.

    BalasHapus
  8. Kalau saya selalu berusaha berdiskusi dengan anak. Termasuk ketika sedang memberi nasihat atau mendongeng. Saya mengajak mereka berdiskusi supaya tau apa yang mereka pikirkan

    BalasHapus
  9. Nah iya, Teh, sekarang banyak yang gak bisa berpikir kritis. Sudah saatnya kita sebagai orang tua mengajarkan anak-anak untuk bisa lebih kritis. Semoga anak-anak kita nanti bisa lebih melek literasi

    BalasHapus
  10. Pentingnya kita berpikiran kritis ya mbak apalagi saat berdiskusi dengan anak jadi mereka juga akan berpikir tentang banyak hal secara kritis juga.

    BalasHapus
  11. Berpikir kritis memang ga mudah, makanya harus dibiasakan. Lg belajar jg untuk terbiasa berpikir kritis sekaligus jg engajari anak2 untuk berpikir kritis. Ngomongin soal dongeng, setuju banget nih. Makanya selama ini berusaha kalau bacain cerita ma anak2 lebih milih yg inspiratif dan kalau bisa kisah nyata biar jd teladan.

    BalasHapus
  12. Hihii, terkadang perlu juga cara berpikir kritis, tapi balik lagi gimana karakter si anak itu. Kalo aku palingan diskusi kalo ada apa2, biar bisa intipin cara berpikir dan cara pandang anak terhadap suatu hal/masalahyang dihadapi.

    BalasHapus
  13. Tidak setiap orang mampu berpikir kritis, dsn setuju banget dengan artikel ini yang menyebutkan bahwa pola asuh sangat berperan penting dalam mendidik anak bisa berpikir kritis

    BalasHapus
  14. Berpikir kritis sangat penting untuk diajarkan sejak dini agar saat usianya semakin besar bisa menjalani hidup lebih bermakna

    BalasHapus
  15. Hal seperti ini juga perlu diterapkan kepada anak ya mbak. Mencoba untuk berpikir kritis nice mbak.

    BalasHapus
  16. Banyak tuh petuah-petyuah gak masuk akal yang sering aku dengar tapi kadang aku bandel diem aja gak ak u jawab & gak aku lakukan soalnya biasanya orang2 tua yg ngomong daripada dianggap ngelawan :)
    Jangan duduk di atas meja, gak sopan itu lebih masuk akan buat anak jaman sekarang.

    BalasHapus
  17. Noted, PR banget nih buat saya, untuk sabar meladeni dan menanggapi obrolan si kecil. Si sulung ini tuh sering banget berpikir kritis, kadang di saat emaknya lagi sibuk sama kerjaan lain. Jadi ya emaknya menanggapi ala kadanya aja. Heuheuheu.

    BalasHapus
  18. Ada beberapa pendapat yang masuk ke saya terkait degan cerita si kancil mbak ida. Salah satunya dari Eyang Murti Bunanta, doktor bahasa sekaligus penulis cerita anak Indonesia. Menurutnya Folkflor tentang si kancil ini diceritakan secara lisan oleh nenek kakek kita itu secara turun temurun justru akan memunculkan kritical thingking pada anak-anak. Si kancil itu diibaratkan seekor makhluk yang memiliki dua sisi, yaitu kebaikan dan keburukan.

    si kancil ini dikisahkan licik dan suka mencuri. Nah, kenapa si kancil licik dan suka mencuri, tentu saja ada kisah dibaliknya. Ini bisa menjadi salah satu bahan diskusi. Bahwa di dalam diri manusia pun ada sisi baik dan sisi buruknya. Bagaimana dengan cerita itu anak akan berpikir bahwa tidak ada manusia yang sempurna. karena kita diciptakan oleh Allah dalam kelemahan, tapi kita juga punya kekuatan yang bisa membuat kita menjadi orang baik dan menjadi penolong sesamanya.

    begitu kata beliau mbak. Jadi menurut bu Murti, mengapa kita diminta mendongeng, karena inilah salah satu cara membangun bonding dengan anak. Kita bisa memasukan nilai-nilai moral kepada anak dengan cara yang berbeda. Oleh karena itu berpikir kritis pada orang dewasa pun diperlukan :-)

    maaf kepanjangan mbak :-)

    BalasHapus
  19. Bismillah ya Allah mari saling mendoakan semoga kita semua bisa melewati ya mba, ujian yang ada di dunia dan juga bertanggung jawab kepada anak-anak.Makasih mba Ida selalu diingatkan oleh hal-hal baik

    BalasHapus
  20. Sampai sekarang membahas anak-anak yang mampu berpikir kritis ini masih terus dilatihkan. Semoga anak-anak bisa mangambil ibroh dari setiap kejadian yang ada di sekitar mereka.

    BalasHapus
  21. Melatih anak-anak untuk berpikir kritis ini bisa bergantung pada pola asuh kita. Semoga kita bisa melewati pandemi ini dengan baik. Thanks for sharing.

    BalasHapus
  22. Bener juga kalik ya mba, karena sejak kecil dibiasakan tidak berpikir kritis, malah menggunakan perumpamaan yang kurang pas, maka ketika beranjak dewasa kebiasaan untuk melihat segala sesuatu dari berbagai sisi agak kurang jadinya. Pikirannya jadi cekak, nggak mau diajak kritis dikit gituh.

    BalasHapus
  23. Terima kasih Mbak sudah diingatkan kewajiban sebagai orang tua lewat artikel yang berjudul berpikir kritis ini. Jadi catatan juga buat saya pribadi.

    BalasHapus
  24. untuk bisa berpikir kritis dan mengelola diri pada anak ataupun ortu harus komplit melatih diri dan intelektual

    BalasHapus

Terima kasih telah mampir dan silakan tinggalkan jejak ^_^