“Selamat ya Bu, sudah sukses sekarang” Kuucapkan kata itu dengan penuh takjim dan
sepenuh hati pada ibu tetanggaku itu. Ada binar bahagia dan bangga di wajahnya. Saya biarkan
dia menikmati itu, karena memang wajar ia mendapatkannya.. “Alhamdulillah hasil
berjuang..” Jawabnya sejurus kemudian. “Datang
ya Umi, ditunggu..” Ujarnya kemudian.
Saya hanya mengangguk sambil memberinya senyuman.
Saya masih ingat betul percakapan kurang lebih setahun yang
lalu itu, saat perempuan tetangga saya itu mengundang syukuran anaknya yang
ketiga. Anaknya yang baru lulus dari
sebuah universitas dekat rumah kami terpilih menjadi ABRI yang direkrut dari
para sarjana terpilih di seluruh Indonesia.
Dengan seleksi yang teramat ketat putranya yang sarjana psikologi itu berhasil
mendapat urutan pertama seleksi tentara karir se Indonesia dan langsung
mendapat pangkat Letnan Dua.
Saya pun terpukau ketika keesokan harinya datang memenuhi
undangannya, rumahnya yang dulu hanyalah berupa rumah gubuk telah berubah wujud
menjadi rumah mungil yang nyaman dan berlantai dua. Memang meskipun ia tetangga dekat rumahku,
jarang sekali saya melewati rumahnya yang memang agak di belakang itu. Saya hanya sempat tahu kalau dia sedang
membangun rumah, karena hampir tiap hari dia melaundry baju keluarganya di
tempat laundry an milikku. “Sedang
direnovasi rumahnya, sebulan dua bulan ini kost di kost-kost an dulu, jadi
susah nyuci..” Jawabnya ketika kutanya mengapa tidak mencuci sendiri.
Perjuangan berat yang ibu itu lalui berbuah manis sekali,
kelima anak-anaknya telah sukses sekolah di sekolah yang cukup tinggi. Anak keempat sedang kuliah di jurusan
informatika universitas yang sama dengan ketiga kakaknya lewat jalur beasiswa
pula, sedangkan si bungsu masih duduk di bangku SMA.
Saya kagum pada perjuangan si Ibu tetangga saya itu, sebut
saja bu Uso, memang ia biasa dipanggil seperti itu. Masih terbayang di pelupuk mataku, sosok bu
Uso dengan sedikit terpincang melewati rumahku setiap hari untuk berkebun
sebagai mata pencaharian utamanya. Pergi
pagi, pulang sore itu yang dilakukannya tiap hari. Bukan tanah sendiri bahkan,
ia harus mengontrak tanah itu sebesar delapan jutaan per tahunnya. Ia harus banting tulang dari pagi hingga
petang bercocok tanam dan beternak ayam untuk memenuhi kebutuhan hidup, sekolah
anak-anak dan membayar kontrak tanahnya.
Yang saya kagum dari Bu Uso adalah keteguhan hatinya dan
semangatnya untuk terus berjuang menyekolahkan anak-anaknya walau keterbatasan
biaya menghadangnya. Masih terbayang,
saat ke rumahnya untuk mengambil komputer yang terpaksa dijualnya. Keempat anak-anaknya sedang tekun belajar
diterangi cahaya lilin yang temaram…entahlah mungkin listriknya belum dibayar
hingga mereka belajar dalam kondisi kurang cahaya, padahal kutahu persis saat
itu tidak sedang ada pemadaman listrik.
Sosok yang teguh pada cita-citanya, sementara tetangga
sekitar banyak yang menyerah pada keadaan, membiarkan anak-anaknya terlarut
pada kegagalan dan semangat menuntut ilmu yang rendah. Ia berbeda, bersama suaminya yang
pekerjaannya juga mengurusi kebun, mereka terus menerus menyemangati anak-anaknya
untuk rajin belajar dan tidak menyerah pada keadaan.
Bu Uso dengan anak keduanya |
Bukan
satu dua pula tetangga yang mencibir, menganggapnya sombong, menyekolahkan anak
tinggi-tinggi padahal ia orang tidak mampu. Tapi ia tidak mempedulikan semua
itu, ia menekankan kepada anak-anaknya agar tidak seperti ayah ibunya, mereka
harus bisa hidup lebih baik dan tidak ada cara lain selain belajar
sungguh-sungguh dan sekolah yang tinggi.
Tidak hanya tinggi, tapi harus paham juga apa yang mereka pelajari dan untuk apa mereka sekolah.
Sebetulnya anak-anak Bu Uso diterima di beberapa perguruan
tinggi negeri lewat jalur bea siswa. Karena
keterbatasan biaya untuk kebutuhan sehari-hari mereka di tempat kuliah yang
memang lumayan jauh dari tempat tinggalnya, akhirnya mereka memutuskan untuk
kuliah di perguruan tinggi swasta dekat rumah.
“Lebih murah biaya hidupnya Mi”. Begitu dia beralasan ketika kutanya kenapa
tidak mengambil bea siswa universitas negeri favorit yang diterima
anak-anaknya. Jadilah anak pertama
sampai ketiganya kuliah di universitas swasta dekat rumah. Tak perlu memakai
ongkos, karena tinggal jalan saja, untuk makan pun bisa bersama-sama, memang
jauh lebih murah.
Istimewanya, semua anak-anak bu Uso meraih nilai cumlaude,
Bu Uso bersama suaminya pandai sekali mengarahkan anak-anaknya untuk menjadi
anak-anak yang bertanggung jawab pada masa depannya. Anak-anak yang rajin belajar dan tidak suka
membuang waktu untuk sesuatu yang tidak berguna. Ditekankan pula semenjak
mereka kecil untuk tidak suka jajan, dan perut selalu terisi walau harus makan
hanya dengan garam saja.
Meskipun mereka hidup miskin, tapi anak-anak bu Uso
tinggi-tinggi, sehat, cantik dan tampan, tak terlihat kemiskinan pada sosok
mereka, bila tidak tau keadaan mereka sebenarnya. Bu Uso memang ibu yang bertanggung jawab,
seluruh hidupnya ia baktikan untuk anak-anaknya. Ia tak peduli pada dirinya yang sering sakit
dan terlihat tua, ia tak lagi memiliki rasa malu untuk berhutang ke sana ke
mari untuk membeli kebutuhan sekolah anak-anaknya. Apa pun ia lakukan asal halal untuk
anak-anaknya….
Ia tak mengenal rasa lelah demi masa depan anak-anaknya…
Kini ia tinggal memetik hasilnya, perjuangan bertahun-tahun
pasti penuh duka dan air mata, dicela banyak orang karena sepertinya ia
terlihat terlalu memaksakan diri, pasti ia merasakan celaan itu. Keteguhannya pada cita-citanya terbayar
sudah, tiga anak-anaknya langsung mendapatkan pekerjaan yang layak begitu lulus
kuliah. Bahkan si tengah yang kini tengah
menjalani pendidikan ketentaraannya di Magelang berujar pada ibunya agar
tidak usah berlelah-lelah mencari uang lagi, ia pun berencana
mengumrohkan kedua orang tuanya.
Meriding saya mendengarkan Bu Uso menceritakan itu dengan air mata di
kedua sudut matanya karena terharu bahagia.
Tak ada lagi rumah gubuk itu, tak ada lagi duka, tak ada
lagi upaya menahan malu untuk pinjam ke sana ke mari, tak ada lagi air mata
pilu. Terakhir saya memenuhi undangan
pernikahan anak pertamanya, seorang perempuan cantik berhijab yang sudah
bekerja di sebuah perusahaan yang cukup besar.
Dalam sebuah pesta pernikahan yang meriah dan cukup megah, di sana saya melihat Bu Uso dan suaminya pun berdiri
tersenyum penuh kebahagiaan. Ia pun
mendapatkan seorang mantu dari keluarga yang cukup berada.
Sungguh kehidupanmu sangat menginspirasi sekitar, kau
tunjukkan bahwa kebahagiaan bisa kita raih bila kita mau berjuang. Kau tunjukkan
bahwa masa depan adalah milik mereka yang mau memperjuangkannya. Kau tunjukkan bahwa rintangan yang menghadang
bukan untuk membuat surut ke belakang. Kau sudah membuktikan itu pada sekitarmu,
kau membuka mata sekitarmu.. Kini tidak ada lagi cibiran yang mencemooh dirimu…
Mudah-mudahan sosok bu Uso bisa mengubah paradigma beberapa
tetangga-tetangga sekitarmu, yang lebih banyak membuang waktu untuk sesuatu
yang kurang berguna. Yang lebih
mementingkan gaya hidup daripada berjuang untuk masa depan, yang sangat mudah
menyerah pada keadaan..
Dengan sepenuh takjim dan dari relung hatiku yang terdalam di
momen Hari ibu ini kuucapkan kembali
selamat telah menjadi seorang pemenang kehidupan. Bu Uso, kau memang seorang ibu yang menginspirasi …
Bu Uso salah satu wanita yang menginspirasi. Semoga menang lombanya ya, Mak
BalasHapuskisah seorang ibu memang selalu istimewa,
BalasHapuskrn dia memang jelmaan malaikat yg nyata....
selamat hari ibu mbak ida....
Subhanallah.. Rumahnya baguus..
BalasHapusMasya Allah.. mengispirasi sekali semangatnya bu uso ini. terimakasih sudah sharing mak :)
BalasHapusMasya Allah, kisah yang sangat menginspirasi. Banyak sebenarnya ibu-ibu seperti bu Uso ini, berjuang demi masa depan anak-anaknya :)
BalasHapus